Articles by "pembangunan"
Showing posts with label pembangunan. Show all posts
no image
EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI DESA SIDOREJO KECAMATAN PENAJAM KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
Abstrak
Mitra Puspita Sari, Evaluasi Program Pembangunan Infrastruktur di Desa Sidorejo Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara. Bimbingan Ibu Dr. Fajar Apriani, S.Sos., M.Si selaku dosen pembimbing I dan Ibu Dr. Santi Rande, S.Sos., M.Si selaku dosen pembimbing II. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi program pembangunan infrastruktur di Desa Sidorejo dan untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam program pembangunan infrastruktur di Desa Sidorejo Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara. Penelitian ini merupakan deskriptif kualitatif. Fokus penelitian dalam Evaluasi Program Pembangunan Infrastruktur di Desa Sidorejo Kecamatan Penajam Kabupaten Penajm Paser Utara adalah Layanan Program, Pencapaian Target Program, dan Strategi Pelaksanaan Program. Sumber data yaitu Kepala Desa Sidorejo Bapak Muhaji selaku key informan, Kaur Pembangunan Ibu Eka Agus Riana beserta para staf kantor Desa Sidorejo dan masyarakat Desa Sidorejo selaku informan. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu penelitian kepustakaan (Library Research) dan penelitian lapangan (Field Work Research) dengan teknik: observasi, wawancara, dokumentasi. Analisis data yang digunakan yaitu alat analisis data model interaktif.

Kesimpulan dari Evaluasi Program Pembangunan Infrastruktur di Desa Sidorejo Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara yaitu evaluasi program pembangunan infrastruktur telah berjalan dengan cukup baik, dimana layanan pada program pembangunan hampir secara keseluruhan telah berjalan sesuai dengan waktu yang ditentukan, pencapaian target program pembangunan infrastruktur telah mencapai target yang ditentukan meskipun baru sebagian masyarakat yang dapat menikmati hasil pembangunan, serta dalam strategi pelaksanaan program pembangunan cukup berjalan dengan baik dengan menggunakan strategi swakelola desa dengan bekerja secara mandiri. 
Kata Kunci : Evaluasi Program dan Pembangunan Infrastruktur

PENDAHULUAN
Pembangunan merupakan suatu usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa dan negara serta pemerintah saat ini dalam rangka pembinaan bangsa. Terkait dengan pembangunan infrastruktur, pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara merujuk pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 sebagai revisi dari Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, mengakui adanya otonomi yang dimiliki desa untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan. Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara membuat suatu kebijakan tentang pembangunan yaitu Peraturan Daerah (Perda) Nomor 29 Tahun 2009 tentang Perencanaan Pembangunan Desa

Evaluasi program dimaksudkan untuk menganalisis, menilai, dan melihat pencapaian target program. Untuk menentukan seberapa jauh target program sudah tercapai yang dijadikan tolak ukur adalah tujuan yang sudah dirumuskan dalam tahap perencanaan kegiatan. 

Namun pembangunan tersebut belum semua dapat dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan sehingga target dari dari program pembangunan yang direncanakan belum dapat dilayani secara maksimal dan merata, hal ini dapat dilihat dari program pembangunan infrastruktur yang ada di Desa Sidorejo seperti:
  1. Jalan Usaha Tani yang sebagian keadaannya masih berupa jalan tanah biasa sehingga ketika musim hujan kondisinya menyulitkan petani untuk melakukan kegiatan pertanian. Serta beberapa jalan areal pemukiman masyarakat masih berupa jalan setapak dan sebagian masih berupa tanah biasa atau tanah urug.
  2. Drainase, di beberapa titik lokasi pemukiman masyarakat masih terjadi genangan air dan saluran parit tidak digunakan secara optimal sebagai saluran pembuangan air oleh masyarakat desa. 
  3. Ketersediaan air bersih yang belum memadai untuk kebutuhan seluruh masyarakat karena masih banyak masyarakat yang mengandalkan air hujan serta harus membeli air bersih dengan harga yang cukup mahal sementara daya beli masyarakat masih terbatas
Adanya kendala dana dalam pelaksanaan program pembangunan infrastruktur merupakan salah satu faktor yang membuat pemerintah desa belum mampu menyelesaikan program pembangunan infrastuktur sesuai waktu yang ditentukan dan tepat sasaran. Hal ini membuat program tersebut belum dapat dirasakan dan menghasilkan perubahan yang diharapkan oleh masyarakat.

Berdasarkan permasalahan yang dijelaskan di atas, peneliti ingin mengkaji tentang evaluasi proses dari program pembangunan infrastruktur di Desa Sidorejo karena program pembangunan infrastruktur sesuai dengan RPJM Desa belum semua dapat dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan serta target dari program pembangunan tersebut belum dapat dilayani sepenuhnya sehingga secara menyeluruh belum mengalami perubahan secara optimal dalam pembangunan. Berdasarkan latar belakang inilah, maka peneliti tertarik mengadakan penelitian yang berjudul “Evaluasi Program Pembangunan Infrastruktur di Desa Sidorejo Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara “.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang tertera di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
  1. Bagaimana Evaluasi Program Pembangunan Infrastruktur di Desa Sidorejo Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara?
  2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam Program Pembangunan Infrastruktur di Desa Sidorejo Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
  1. Untuk mengevaluasi program pembangunan infrastruktur di Desa Sidorejo Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara.
  2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam Program Pembangunan Infrastruktur di Desa Sidorejo Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara. 
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini yang dilaksanakan baik untuk penulis maupun pihak lain yang memerlukannya antara lain:
  1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian-kajian dalam Ilmu Administrasi Negara khususnya tentang pembangunan infrastruktur di daerah. 
  2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi instansi di Kantor Desa Sidorejo dan Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara dalam mengevaluasi program pembangunan Infrastruktur.
KERANGKA DASAR TEORI
Pengertian Kebijakan Publik
Menurut Agustino (2006:8) mengembangkan beberapa karakteristik utama definisi kebijakan publik. Pertama, pada umumnya kebijakan publik perhatiannya ditujukan pada tindakan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu daripada perilaku yang berubah atau acak. Kedua, kebijakan publik pada dasarnya mengandung bagian atau pola kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah daripada keputusan yang terpisah-pisah. Ketiga, kebijkaan publik merupakan apa yang sesungguhnya dikerjakan oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengontrol inflasi, atau menawarkan perumahan rakyat bukan apa yang maksud yang dikerjakan atau yang akan dikerjakan. Keempat, kebijakan publik dapat membentuk positif maupun negatif. Secara positif, kebijakan melibatkan beberapa tindakan pemerintah yang jelas dalam menangani suatu permasalahan; secara negatif kebijakan publik dapat melibatkan suatu keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan suatu tindakan atau tidak mengerjakan apapun padahal dalam konteks tersebut keterlibatan pemerintah amat diperlukan. 

Dari definisi kebijakan publik yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah suatu rangkaian pilihan-pilihan atau tindakan-tindakan yang dibuat pemerintah untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan sebagai alternatif dalam memecahkan masalah untuk memenuhi kepentingan publik guna mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Tahap-tahap Kebijakan Publik
Untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahapan. Menurut Winarno (2012:35-37) tahapan-tahapan kebijakan publik adalah sebagai berikut:
1. Tahap Penyusunan Agenda
Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain ditetapkan sebagai fokus pembahasan atau ada pula masalah karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.
2. Tahap Formulasi Kebijakan 
Dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan bermain untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik. 
3. Tahap Adopsi Kebijakan
Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan. 
4. Tahap Implementasi Kebijakan
Keputusan program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. 
5. Tahap Evaluasi Kebijakan 
Pada tahap ini kebijakan yang telah diljalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. 

Berdasarkan penjelasan di atas tentang tahapan kebijakan dapat disimpulkan tahapan kebijakan publik tersebut terbagi menjadi: 
  1. tahap penyusunan agenda yaitu menempatkan masalah ke dalam agenda publik; 
  2. tahap formulasi kebijakan yaitu mendefinisikan masalah-masalah kemudian dicari pemecahan masalah terbaik; 
  3. tahap adopsi kebijakan yaitu dari berbagai alternatif kebijakan yang ada dipilih salah satu alternatif kebijakan untuk diadopsi; 
  4. tahap implementasi kebijakan yaitu keputusan alternatif yang telah diambil kemudian diimplementasikan oleh badan-badan administrasi pemerintah; 
  5. tahap evaluasi kebijakan yaitu kebijakan yang telah dilaksanakan kemudian dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauhmana keberhasilan dari suatu kebijakan dalam memecahkan masalah.
Pengertian Evaluasi
Menurut Wirawan (2011:7) evaluasi sebagai riset untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan informasi yang bermanfaat mengenai objek evaluasi, menilainya dengan membandingkannya dengan indikator evaluasi dan hasilnya dipergunakan untuk mengambil keputusan mengenai objek evaluasi.

Dari definisi evaluasi di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah suatu proses mengumpulkan, menganalisis dan mengkaji informasi untuk menentukan alternatif dalam mengambil keputusan kebijakan dari keseluruhan program guna menyelesaikan masalah dan merencanakan kegiatan akan datang mengenai suatu objek evaluasi yang telah ditentukan. 

Pengertian Evaluasi Kebijakan Publik
Menurut Indiahono (2009:145) evaluasi kebijakan publik adalah menilai keberhasilan atau kegagalan kebijakan berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan. Indikator-indikator untuk mengevaluasi kebijakan biasanya merujuk pada dua aspek: aspek proses dan hasil. Aspek proses menunjuk bahwa apakah selama implementasi program, seluruh pedoman kebijakan telah dilakukan secara konsisten oleh para implementor di lapangan? Aspek hasil menunjuk apakah kebijakan yang diimplemntasikan telah mencapai hasil seperti yang telah ditetapkan (ouput dan outcomes). 

Dari pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas tentang evaluasi kebijakan publik dapat disimpulkan bahwa evaluasi kebijakan publik merupakan kegiatan menilai atau melihat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kebijakan mencakup substansi, implementasi dan dampaknya.

Pengertian Evaluasi Program
Menurut Arikunto (2009:325) evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program. Dengan kata lain, evaluasi program dimaksudkan untuk melihat pencapaian target program. Untuk menentukan seberapa jauh target program sudah tercapai, yang dilakukan tolak ukur adalah tujuan yang sudah dirumuskan dalam tahap perencanaan kegiatan.

Dari definisi evaluasi program yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi program merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara sistematik dengan mengumpulkan, menganalisis, dan memakai informasi untuk melihat seberapa jauh tingkat keberhasilan program yang menjadi dasar untuk menjawab pertanyaan dasar program telah membawa perubahan sesuai yang diharapakan dan ditetapkan.

Tujuan Evaluasi Program
Menurut Arikunto (2009:326) evaluasi program bertujuan untuk mengetahui pencapaian tujuan program yang telah dilaksanakan. Selanjutnya, hasil evaluasi program digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan tindak lanjut atau untuk melakukan pengambilan keputusan berikutnya.

Dari tujuan yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari evaluasi program adalah untuk menilai dan melihat secara sistematis pencapaian target program sudah dilaksanakan dan sesuai dengan standar yang ditentukan agar dapat digunakan dalam mengambil keputusan selanjutnya mengenai program.

Jenis Evaluasi Program
Menurut Wirawan (2011:17) evaluasi program dapat dikelompokkan menjadi:
  1. Evaluasi proses (process evaluation), evaluasi proses meneliti dan menilai apakah intervensi atau layanan program telah dilaksanakan seperti yang direncanakan dan apakah target populasi yang direncanakan telah dilayani. Evaluasi ini juga menilai mengenai strategi pelaksanaan program.
  2. Evaluasi manfaat (outcome evaluation) evaluasi manfaat meneliti, menilai dan menentukan apakah program telah menghasilkan perubahan yang diharapakan.
  3. Evaluasi akibat (impact evaluation) evaluasi akibat ini meneliti dan menilai apakah program telah menghasilkan akibat atau dampak yang membawa perubahan baik atau buruk dari suatu program.
Ukuran atau Indikator Evaluasi Program
Vedung (dalam Wirawan, 2011:9) mengemukakan empat kriteria merit dalam evaluasi program sebagai berikut: 1)Efektif, 2)Produktivitas, 3)Efisiensi (cost-benefit), 4)Efisiensi (cost-effectiviness). 

Pengertian Pembangunan
Menurut Haryono (2002:17) pembangunan adalah merupakan suatu proses konsep perubahan sosial yang berlangsung terus-menerus menuju kearah perkembangan dan kemajuan serta memerlukan masukan-masukan yang menyeluruh dan berkesinambungan dan merupakan usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk mencapai tujuan negara.

Dari pendapat para ahli di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembangunan merupakan proses yang dilakukan secara terus-menerus menuju kearah perubahan yang lebih baik sesuai dengan kehendak yang ingin dicapai oleh masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan yang dilaksanakan secara sadar dan terencana mewujudkan pertumbuhan dan perubahan menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa.

Pengertian Infrastruktur
Menurut Grigg (dalam Kodoatie, 2005:8), infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang menyedikan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung, dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi. Pengertian ini merujuk pada infrastruktur sebagai suatu sistem. Dimana infrastruktur dalam sebuah sistem adalah bagian-bagian berupa sarana dan prasarana (jaringan) yang tidak terpisahkan satu sama lain.

Dari penjelasan tersebut di atas jadi dapat disimpulkan bahwa sistem infrastruktur merupakan hal yang selalu berkaitan dengan kehidupan masyarakat baik di dalam sistem sosial maupun sistem ekonomi guna untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia secara fisik dengan menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan dan fasilitas publik lainnya yang digunakan untuk kepentingan masyarakat.

Hubungan Pembangunan dengan Perencanaan Infrastruktur
Rekayasa pembangunan pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang berdasarkan analisis dari berbagai aspek untuk mencapai sasaran dan tujuan dengan hasil seoptimal mungkin. Sistem infrastruktur terbagi menjadi bermacam-macam sub-sistem. Tahapan mulai dari studi, perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan sekaligus pemeliharaan. Infrastruktur sendiri dalam sebuah sistem menopang sistem sosial dan sistem ekonomi sekaligus menjadi penghubung dengan sistem lingkungan. Ketersediaan infrastruktur memberikan dampak terhadap sistem sosial dan sistem ekonomi yang ada di masyarakat. Oleh karenanya, infrastruktur perlu dipahami sebagai dasar-dasar dalam mengambil kebijakan (Kodoatie, 2005:102).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan pembangunan dengan perencanaan infrastruktur merupakan sebuah sistem perubahan menuju kearah yang lebih baik sebagai sistem yang menopang sistem sosial dan sistem ekonomi sekaligus menjadi penghubung dengan sistem lingkungan yang ada di dalam sistem ruang yang pada akhirnya membangun perkembangan ekonomi suatu kawasan wilayah.

Pengertian Desa 
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.72 Tahun 2005 tentang Desa, yaitu desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dari pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas tentang desa peneliti menyimpulkan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang menetap pada suatu wilayah yang mempunyai sosial budaya yang sama, asal usul yang istimewa dan saling berinteraksi serta mempunyai pengaruh timbal balik terhadap daerah-daerah lainnya.

Pembangunan Desa 
Menurut Siagian (2003:108), mendefinisikan bahwa pembangunan desa adalah keseluruhan dari proses yang berupa rangkaian usaha-usaha yang dilakukan dalam lingkungan desa dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat desa serta memperbesar kesejahteraan dalam desa.

Dari pendapat para ahli di atas tentang pembangunan desa, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembangunan desa adalah keseluruhan rangkaian kegiatan usaha yang dilakukan oleh masyarakat di dalam lingkungan desa dengan memanfaatkan sumberdaya pembangunan guna meningkatkan taraf hidup masyarakat dan kesejahteraan sosial.

Definisi Konsepsional
Berdasarkan beberapa teori dan konsep yang dikemukakan oleh beberapa ahli, maka yang menjadi konsep dalam penelitian ini dari “Evaluasi program pembangunan infrastruktur merupakan rangkaian kegiatan untuk menilai atau melihat keberhasilan dan kegagalan dari tindakan yang dibuat oleh pemerintah untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan sebagai alternatif dari suatu program yang telah dilaksanakan seperti yang direncanakan dan mencapai target populasi yang direncanakan yang merujuk pada penyediaan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia baik dalam lingkup sosial dan ekonomi.”

Evaluasi yang dilakukan penulis dalam penelitian ini merujuk pada evaluasi terhadap proses dari program pembangunan infrastruktur di lokasi penelitian, yang berdasarkan teori Wirawan (2011:17) meliputi penilaian atas layanan program, pencapaian target program dan strategi pelaksanaan program.

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian 
Dalam penelitian ini jenis penelitian deskriptif kualitatif, yaitu jenis penelitian yang berusaha memaparkan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya dengan tujuan menggambarkan serta menjelaskan tentang variabel yang diteliti.

Fokus Penelitian 
Yang menjadi fokus dalam penelitian “Evaluasi Program Pembangunan Infrastruktur di Desa Sidorejo Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara” adalah:
1. Evaluasi program pembangunan infrastruktur: 
  • Layanan program
  • Pencapaian target program
  • cStrategi pelaksanaan program 
2. Kendala-kendala yang dihadapi dalam Program Pembangunan Infrastruktur di Desa Sidorejo Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara.

Sumber dan Jenis Data
Setiap penelitian memerlukan data karena data merupakan sumber informasi yang memberikan gambaran utama tentang ada tidaknya masalah yang akan diteliti. Sumber data penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder

Data Primer yaitu data yang diperoleh melalui narasumber dengan cara melakukan tanya jawab langsung dan dipandu melalui pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan fokus penelitian yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Sumber data primer dalam penelitian ini yaitu Kepala Desa Sidorejo sebagai key informan, Kaur Pembangunan dan staf kantor Desa Sidorejo beserta masyarakat Desa sebagai informan melalui metode Purposive Sampling dan snowball sampling.

Teknik Pengumpulan Data
Untuk penulisan skripsi ini, dalam mengumpulkan data penulis menggunakan beberapa cara atau teknik sebagai berikut: 
1. Penelitian Kepustakaan (Library Research) yaitu mengumpulkan dan mempelajari bahan dari literatur yang berhubungan dengan penelitian.
2. Penelitian Lapangan (Field Work Research) yaitu penelitian langsung ke lokasi yang menjadi objek penelitian sebagai berikut:
  • Observasi, yaitu pengumpulan data melalui pengamatan langsung
  • Wawancara, yaitu tanya jawab antara dua pihak yaitu pewawancara dan narasumber untuk memperoleh data, keterangan atau pendapat tentang suatu hal.
  • Dokumentasi, yaitu metode pengumpulan data atau arsip yang relevan.
Teknik Analisis Data 
Menurut Miles, Huberman dan Saldana (2014:31-33) di dalam analisis data kualitatif terdapat tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan. Aktivitas dalam analisis data yaitu : Data Condensation, Data Display, dan Conclusion Drawing/Verifications. 
1. Kondensasi Data (Data Condensation)
Kondensasi data merujuk pada proses memilih, menyederhanakan, mengabstrakkan, dan atau mentransformasikan data yang mendekati keseluruhan bagian dari catatan-catatan lapangan secara tertulis, transkip wawancara, dokumen-dokumen, dan materi-materi empiris lainnya.
2. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data adalah sebuah pengorganisasian, penyatuan dari infomasi yang memungkinkan penyimpulan dan aksi. Penyajian data membantu dalam memahami apa yang terjadi dan untuk melakukan sesuatu, termasuk analisis yang lebih mendalam atau mengambil aksi berdasarkan pemahaman. 
3. Penarikan Kesimpulan (Conclusions Drawing)
Kegiatan analisis ketiga yang penting adalah menarik kesimpulan dan verifikasi. Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisis kualitatif mulai mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan penjelasan, konfigurasi-koritigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat, dan proposisi. Kesimpulan-kesimpulan “final” mungkin tidak muncul sampai pengumpulan data berakhir, tergantung pada besarnya kumpulan-kumpulan catatan lapangan, pengkodeannya, penyimpanan, dan metode pencarian ulang yang digunakan, kecakapan peneliti, dan tuntutan-tuntutan pemberi dana.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Desa Sidorejo Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara
Desa Sidorejo merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Penajam Kabupaten Paser Utara yang merupakan daerah transmigrasi pada tahun 1957/1958 Desa Sidorejo merupakan desa yang tidak begitu luas dan memiliki hamparan seluas 696,75 Ha dengan jumlah penduduk tahun 2014 berjumlah 2.040 jiwa yang terdiri dari jumlah penduduk laki-laki 1.038 jiwa sedangkan jumlah penduduk perempuan 1.002 jiwa. Yang memiliki batas wilayah sebagai berikut:
  • Sebelah Utara : Kelurahan Petung
  • Sebelah Selatan : Kelurahan Tanjung Tengah
  • Sebelah Timur : Desa Girimukti dan Kelurahan Saloloang
  • Sebelah Barat : Kelurahan Petung
Berdasarkan luas wilayah dan lahan dari total luas wilayah Desa Sidorejo seluas 696,75 Ha terbagi menjadi areal yang dikhususkan untuk pertanian atau persawahan seluas 665,10 Ha, untuk areal khusus perkebunan seluas 15,00 Ha, dan khusus untuk tanah basah seluas 70,00 Ha sementara sisanya untuk fasilitas umum seluas 10,40 Ha.

HASIL PENELITIAN
Layanan Program
Dari hasil pengumpulan data primer di atas tentang layanan program terhadap pembangunan infrastruktur di Desa Sidorejo dapat disimpulkan bahwa layanan program pembangunan infrastruktur yang ada di Desa Sidorejo hampir secara keseluruhan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan direncanakan. Program pembangunan tersebut seperti pembangunan rumah Gakin, pembangunan jembatan, pembangunan sekretariat bersama, pembangunan drainase gorong-gorong, peningkatan jalan pemukiman dan lain-lain. Di dalam perencanaan maupun pelaksanaannya melibatkan berbagai pihak baik dari aparat pemerintah desa, Ormas, LPM, serta masyarakat desa setempat walaupun terkadang di dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur terdapat halangan yang membuat penundaan kegiatan pembangunan tersebut dilaksanakan.

Pencapaian Target Program
Dari hasil pengumpulan data primer dan data sekunder di atas dapat dikatakan bahwa pencapaian target program pembangunan infrastruktur di Desa Sidorejo pada umumnya telah mencapai target yang ditentukan meskipun tidak semua masyarakat dapat menikmati hasil pembangunan tersebut hanya sebagian masyarakat yang merasa kebutuhannya terpenuhi namun terdapat kemajuan secara perlahan terutama di akses jalan dalam bidang transportasi dan mobilisasi lebih mudah. Dengan demikian kita harus bekerjasama untuk lebih meningkatkan lagi pelaksanaan program pembangunan infrastruktur Desa Sidorejo agar dalam mencapai targetnya dapat lebih optimal dan merata. 

Strategi Pelaksanaan Program
Dari hasil pengumpulan data primer di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pelaksanaan program pembangunan infrastruktur di Desa Sidorejo dapat dikatakan telah berjalan dengan cukup baik. Dengan menggunakan strategi swakelola desa yaitu pemerintah desa mengatur sendiri anggaran dana desa dengan mempunyai tim pembangunan yang melibatkan LSM secara mandiri tanpa adanya ikut campur pihak luar. Hal ini dapat dilihat adanya pengawasan secara langsung yang dilakukan pemerintah desa jika pembangunan infrastruktur berasal dari dana ADD namun jika berasal dari dana APBD pemerintah desa tidak ikut campur karena itu merupakan urusan PU. Dengan adanya peningkatan pembangunan infrastuktur di Desa Sidorejo, banyak kemajuan terutama bidang transportasi. 

Kendala-kendala yang Dihadapi dalam Program Pembangunan Infrastruktur
Dari hasil pengumpulan data primer di atas mengenai kendala-kendala program pembangunan infrastruktur di Desa Sidorejo, dapat dikatakan bahwa pencairan dana ADD yang terkadang sedikit terlambat sehingga menghambat pelaksanaan pembangunan, kurangnya konsultan dalam pembangunan infrastruktur dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, pelaksana yang kurang memahami RAB dan sketsa gambar, adanya tumpang tindih aset pembangunan desa, kemudian cuaca serta bahan material yang tidak menentu membuat pelaksanaan program pembangunan infrastruktur terhambat. Tidak hanya itu, kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam bermusyawarah dan bekerjasama membangun desanya sendiri.

PEMBAHASAN
Layanan Program
Berdasarkan hasil penelitian mengenai layanan program di Desa Sidorejo dalam Evaluasi Program Pembangunan Infrastruktur bahwa layanan program hampir secara keseluruhan berjalan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Jenis layanan program pembangunan infrastruktur yang ada di Desa Sidorejo cukup banyak baik dalam bidang infrastruktur, pengelolaan potensi sumberdaya alam dan ekonomi desa serta peningkatan kualitas aparatur pemerintah desa. Setiap tahunnya banyak program pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan baik dari dana ADD, APBD maupun PNPM. Pembangunan infrastruktur tersebut seperti pembangunan rumah Gakin, pembangunan jembatan, pembangunan sekretariat bersama, pembangunan drainase gorong-gorong, peningkatan jalan pemukiman dan lain-lain. 

Dalam pelaksanaan program pembangunan infrastruktur pemerintah desa di dalam perencanaan maupun pelaksanaannya melibatkan berbagai pihak. Jumlah dan volume pembangunan pun sesuai dengan aturan dan rencana yang telah ditetapkan di dalam RAB (Rancangan Anggara Biaya). Pelaksanaan pembangunan dimana pembangunan paling cepat diselesaikan dalam waktu 30 hari sedangkan paling lambat diselesaikan dalam waktu 1,5 bulan lamanya walaupun terkadang terdapat halangan yang membuat penundaan kegiatan pembangunan tersebut dilaksanakan.

Pencapaian Target Program
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pencapaian target program dalam Evaluasi Program Pembangunan Infrastruktur Desa Sidorejo bahwa pencapaian target program pembangunan infrastruktur di Desa Sidorejo pada umumnya telah mencapai target yang ditentukan meskipun tidak semua masyarakat dapat menikmati hasil pembangunan tersebut hanya sebagian masyarakat yang merasa kebutuhannya terpenuhi namun terdapat kemajuan secara perlahan terutama di akses jalan dalam bidang transportasi dan mobilisasi karena masyarakat lebih mudah dalam melaksanakan segala kegiatan dan aktivitasnya contonya seperti jembatan yang menghubungkan antara wilayah yang dulunya tidak dapat dilalui atau berbahaya sekarang dapat dilalui dengan mudah dan tenang. 

Strategi Pelaksanaan Program
Berdasarkan hasil penelitian mengenai strategi pelaksanaan program di Desa Sidorejo dalam Evaluasi Program Pembangunan Infrastruktur bahwa strategi pelaksanaan program pembangunan infrastruktur di Desa Sidorejo dapat dikatakan telah berjalan dengan cukup efisien dan efektif. Dengan menggunakan strategi swakelola desa yaitu pemerintah desa mengatur sendiri anggaran dana desa yang diberikan oleh pemerintah desa dengan mempunyai tim pembangunan yang melibatkan LSM bekerja secara mandiri tanpa adanya ikut campur pihak luar. Semua pelaksanaan progam pembangunan infrastruktur mengacu pada RAB (rancangan anggaran biaya) dengan sketsa gambar. Kemudian diakhir dilakukan evaluasi program pembangunan tidak hanya itu, pengawasan dilakukan secara langsung yang dilakukan pemerintah desa jika pembangunan infrastruktur berasal dari dana ADD namun jika berasal dari dana APBD pemerintah desa tidak ikut campur karena itu merupakan urusan PU. Dengan adanya peningkatan pembangunan infrastuktur di Desa Sidorejo, banyak kemajuan terutama bidang transportasi. 

Kendala-kendala yang Dihadapi dalam Evaluasi Program Pembangunan Infrastruktur
Berdasarkan hasil penelitian mengenai kendala-kendala dalam program pembangunan infrastruktur di Desa Sidorejo dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. Pencairan dana ADD yang terkadang terlambat.Ketidaksesuaian pencairan alokasi dana desa dengan waktu yang telah ditentukan menjadi salah satu faktor yang menghambat proses pelaksanaan pembangunan infrastruktur hal ini dapat dikarenakan berbagai macam hal seperti Surat Pertanggungjawaban (SPJ) tahun sebelumnya belum selesai atau masih terdapat kendala, penyusunan APBDes belum selesai atau belum disahkan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) karena anggaran yang menjadi kebutuhan atau prioritas belum jelas sehingga dianggap Badan Permusyawaratan Desa belum maksimal dan Rancangan Anggara Biaya untuk melaksanakan pembangunan belum terselesaikan.
  2. Pelaksana kegiatan kurang memahami RAB (Rancangan Anggaran Biaya) dan sketsa gambar. Kurang memahami RAB dan sketsa gambar merupakan kendala yang terjadi karena kurangnya sumberdaya manusia yang berkualitas dan memiliki kemampuan pada bidang yang dibutuhkan disebabkan tingkat pendidikan yang masih rendah.
  3. Kurangnya konsultan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan infrastruktur. Minimnya konsultan dikarenakan sulitnya mencari konsultan, tidak adanya konsultan yang dikirim oleh pemerintah setempat serta kurangnya anggaran untuk penyediaan konsultan. 
  4. Adanya tumpang tindih aset pembangunan desa. Tumpang tindih aset pembangunan desa ini terjadi ketika Dinas PU melaksanakan suatu pembangunan infrastruktur namun belum dapat terselesaikan karena anggaran yang tidak mencukupi sehingga proses pembangunan tersebut terhenti. Kemudian Dinas PU tidak melimpahkan pembangunan tersebut kepada pihak pemerintah desa.
  5. Keadaan cuaca yang tidak menentu. Cuaca merupakan kendala yang tidak dapat ditebak karena setiap saat dapat berubah membuat pelaksanaan program pembangunan dapat mundur dari jadwal yang ditentukan sebelumnya. 
  6. Harga bahan material yang tidak menentu. Naiknya harga bahan material menjadi kendala tersendiri dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur karena membuat pengeluaran pembangunan tidak sesuai dengan RAB (rancangan anggaran biaya) yang telah disetujui dan disahkan.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dilakukan oleh penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut: 
  1. Layanan program dalam pembangunan infrastruktur di Desa Sidorejo hampir secara keseluruhan berjalan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Jenis layanan program pembangunan cukup banyak baik dalam bidang infrastruktur, pengelolaan potensi sumberdaya alam dan ekonomi desa serta peningkatan kualitas aparatur pemerintah desa. 
  2. Pencapaian target program dalam pembangunan infrastruktur di Desa Sidorejo pada umumnya telah mencapai target yang ditentukan meskipun hanya sebagian masyarakat yang menikmati hasil pembangunan dan merasa kebutuhannya terpenuhi namun terdapat kemajuan secara perlahan terutama di akses jalan dalam bidang transportasi dan mobilisasi. 
  3. Strategi pelaksanaan program dalam pembangunan infrastruktur di Desa Sidorejo menggunakan strategi swakelola desa yaitu pemerintah desa mengatur sendiri anggaran dana desa yang diberikan oleh pemerintah desa dengan mempunyai tim pembangunan yang melibatkan LSM bekerja secara mandiri tanpa adanya ikut campur pihak luar.
  4. Kendala-kendala dalam program pembangunan infrastruktur Desa Sidorejo adalah pencairan dana ADD yang terkadang terlambat, kurangnya konsultan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan infrastruktur, pelaksana yang kurang memahami RAB dan sketsa gambar, adanya tumpang tindih aset pembangunan desa, keadaan cuaca serta harga bahan material yang tidak menentu serta kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam bermusyawarah dan bekerjasama membangun desanya sendiri.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka peneliti memberikan saran yang dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian ini, diantaranya:
  1. Pemerintah Desa Sidorejo seharusnya lebih meningkatkan kegiatan musyawarah kepada masyarakat desa agar masyarakat dapat ikut serta dalam pelaksanaan pembangunan.
  2. Pemerintah Desa Sidorejo diharapakan lebih memperhatikan aspirasi yang diberikan masyarakat Desa Sidorejo.
  3. Pemerintah Desa Sidorejo dalam melaksanakan program pembangunan infrastrukturnya lebih mengedepankan skala prioritas yang dibutuhkan masyarakat desa. 
  4. Pemerintah Desa Sidorejo diharapkan dapat lebih meningkatkan pengawasan dalam pembangunan agar kepuasan masyarakat dapat tepat sasaran. 
  5. Pemerintah Desa Sidorejo diharapkan dapat menjalin kerjasama yang lebih baik dengan Badan Permusyawaratan Desa agar kebijakan yang dibuat dapat mencapai tujuan dan tepat sasaran.
  6. Pemerintah Desa Sidorejo diharapkan dapat lebih meningkatkan kerjasamanya dengan berbagai pihak agar pelaksanaan pembangunan dapat berjalan secara lancar, efektif dan efisien.
  7. Pemerintah Desa Sidorejo diharapakan dapat lebih meningkatkan pemberdayaan masyarakat agar keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur dapat lebih optimal.
Daftar Pustaka
  • Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
  • Adisasmita, Raharjo. 2006. Membangun Desa Partisipatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.
  • Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
  • Daryanto. 2007. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
  • Indrawijaya, Adam Ibrahim dan Juni Pranoto. 2011. Revitalisasi Administrasi Pembangunan. Bandung: Alfabeta.
  • Indiahono, Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gava Media.
  • Kodoatie, Robert J. 2005. Pengantar Manajemen Infrastruktur. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  • Mardapi, Djemari. 2000. Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta: Mitra Cendikia.
  • Miles, Matthew B, A. Michael Huberman dan Johnny Saldana. 2014. Qualitative Data Analysis, A Methods Sourcebook Edisi Ketiga. Sage Publications: Inc.
  • Mulyatiningsih, Endang. 2011. Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan. Bandung: Alfabet
  • Prihatin, Eka. 2011. Teori Administrasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
  • Pasalong, Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.
  • Soenarko. 2005. Public Policy Pengertian Pokok untuk Memahami dan Analisa Kebijaksanaan Pemerintah. Surabaya: Airlangga University Press.
  • Siagian, Sondang P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
  • Sudriamunawar, Haryono. 2002. Pengantar Study Administrasi Pembangunan. Bandung: Mandar Maju.
  • Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
  • . . 2011. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
  • Tayibnapis, Farida Yusuf. 2000. Evaluasi Program. Jakarta: Rineka Cipta.
  • Wasistiono, Sadu dan Irwan Tahir. 2007. Prospek Pengembangan Desa. Bandung: CV. Fokus Media.
  • Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik Teori, Proses dan Studi Kasus. Yogyakarta: CAPS.
  • Widjaja, Haw. 2003. Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli Bulat dan Butuh. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
  • Widodo, Joko. 2007. Analisis Kebijakan Publik Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia.
  • Wirawan. 2011. Evaluasi Teori, Model, Standar, Aplikasi, dan Profesi. Jakarta: Rajawali Pers.
Dokumen-Dokumen:
  1. Peraturan Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara Nomor 29 Tahun 2009 tentang Perencanaan Pembangunan Desa.
  2. Naskah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Sidorejo 2012-2016.
  3. Profil Desa Sidorejo “Potensi dan Perkembangan Desa dan Kelurahan Tahun 2014.”
  4. [1] Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email: mitrapuspitasari605@gmail.com
no image
I.1 Latar Belakang
Kota Bandung merupakan kota dengan banyak aktivitas yang identik dengan seni dan keindahan. Kota yang mempunyai daya tarik tersendiri, kota yang tepat bagi berkembangnya kaum anom. Kata “kaum anom” berasal dari bahasa sunda yang berarti golongan muda. Pengertian dari kota Bandung sebagai wahana kaum anom adalah kota Bandung sebagai tempat golongan muda untuk mencapai tujuannya mengembangkan bakat dan ide-ide yang kreatif dan inovatif. Kini kota Bandung dikenal sebagai salah satu trend setter gaya hidup kota terutama seni musik, fesyen maupun boga. Perkembangan kota Bandung begitu cepat, kota yang dulu dibangun sebagai tempat peristirahatan tuan tanah, kini telah berubah menjadi kota metropolis, sebuah kota yang harus menyediakan wahana bagi orang-orang modern khususnya kaum anom. Kota Bandung merupakan kota terbuka dimana banyak pendatang dari kota lain yang mempunyai tujuan tertentu untuk datang ke kota Bandung. Seperti kaum anom dari kota lain yang datang ke kota Bandung yang bertujuan untuk menuntut ilmu, berbelanja, makan, bersantai dan bekerja. 
Sebagian besar aktivitas yang ada dikota Bandung didominasi oleh kaum anom. Kaum anom yang berada dikota Bandung adalah kaum anom yang datang dari kota lain seperti kota Tasikmalaya, Garut, Sukabumi, Cirebon yang masih termasuk wilayah Jawa Barat sedangkan dari kota lainnya dari luar Pulau Jawa seperti Bali, Medan, Padang, Irian Jaya dan kota-kota lainnya yang ada di wilayah Nusantara. Kaum anom tersebut memilih kota Bandung karena wahana yang dimiliki kota Bandung cukup menunjang bagi berkembangnya talenta dan ide-ide kreatif yang dimiliki kaum anom.
Saat ini perkembangan informasi sangat pesat, karena telah berkembangnya teknologi informasi seperti telepon genggam dan komputer. Dalam teknologi informasi yang saat ini dianggap paling menguntungkan karena dapat menembus ruang dan waktu adalah teknologi internet. Internet adalah sebuah jaringan yang menghubungkan antara jaringan yang satu dengan jaringan yang lainnya dalam www (World Wide Web).
Kota Bandung banyak memiliki wahana sebagai penunjang bagi kaum anom, namun informasi secara maksimal tentang wahana tersebut tidak semua kaum anom yang ada di kota Bandung maupun luar kota Bandung mengetahuinya. Sehingga penulis tertarik untuk membuat perancangan web site kota Bandung sebagai wahana kaum anom yang berisi tentang informasi wahana yang terdapat di kota Bandung agar kaum anom dari kota Bandung maupun dari luar kota Bandung dapat mengetahui informasi secara mudah, jelas, tepat dan cepat.

I.2 Identifikasi Masalah
Dengan latar belakang yang ada dicoba untuk mengidentifikasi masalah sehubungan dengan judul kota Bandung sebagai wahana kaum anom. Sebagai wahana kaum anom kota Bandung banyak memiliki sarana dan prasana. 
Permasalahan yang ada yaitu : kaum anom yang ada di kota Bandung tidak banyak mengetahui tentang wahana yang tersedia di kota Bandung, sehingga potensi serta fungsi dari wahana tersebut tidak maksimal diketahui atau digali oleh kaum anom. Kebanyakan kaum anom dari kota lain mengetahui wahana yang ada di kota Bandung hanya dari mulut ke mulut, sehingga kaum anom tersebut kurang begitu jelas mengenai informasi yang mereka butuhkan. 

I.3 Pembatasan Masalah
Kota Bandung banyak memiliki wahana bagi kaum anom sebagai penunjang kreatifitas agar bakat dan ide-ide kaum anom dapat tersalurkan dan terwujud. Maka dalam laporan ini penyusun membatasi masalah tentang tempat atau lokasi wahana berada dan keunggulan wahana tersebut. Sebagai upaya untuk menginformasikan keberadaan dan keunggulan wahana tersebut bagi kaum anom. 

I.4 Alasan Pemilihan Media
Dalam menginformasikan kota Bandung sebagai wahana kaum anom media yang dianggap efektif dan tepat sasaran yaitu web site. Web site merupakan suatu media bagian dari media Audio Visual lini atas. Pemilihan media lewat internet (web site) dalam menginformasikan kota Bandung sebagai wahana kaum anom karena media web site dianggap tepat sasaran dengan tinjauan demografis, psikografis dan geografis terhadap sasaran.

Hal ini ditunjang dengan perkembangan web site sebagai teknologi informasi yang dapat berfungsi sebagai sarana informasi umum dalam menjaring sasaran serta dapat menyampaikan informasi secara efektif dan efisien. Kelebihan dari media ini adalah bisa dilihat kapan saja, dapat berkomunikasi secara detail dan jelas, kualitas media yang cukup baik dalam menyampaikan isi informasi. Cukup efisien dalam sistem kerja dan dalam mengediting isi informasi, dalam segi biaya internet lebih murah dibandingkan dengan menggunakan media lainnya. Kelemahan dari media internet adalah tidak dapat berdiri sendiri dalam menginformasikan keberadaan media. 

I.5 Maksud dan Tujuan Perancangan
Maksud dari perancangan adalah penyusun mengangkat masalah kota Bandung sebagai wahana kaum anom karena ingin memberikan informasi mengenai wahana yang menunjang kreatifitas kaum anom yang belum diketahui oleh kaum anom yang berada dikota Bandung maupun diluar kota Bandung. Penyusun akan menginformasikankan melalui media internet (web site).

Dengan maksud tersebut penyusun memiliki tujuan dari perancangan yaitu :
  • Supaya para kaum anom dari dalam dan luar kota Bandung dapat mengetahui informasi tentang wahana apa saja yang dimiliki kota Bandung.
  • Dengan adanya web site ini maka kaum anom dapat memaksimal menggali kreatiftas, bakat dan ide-ide karena telah mengetahui wahana penunjang yang ada di kota Bandung
  • Setelah kaum anom mengetahui informasi tentang wahana yang ada di kota Bandung, diharapkan kaum anom dapat menggunakan wahana tersebut sesuai dengan fungsinya secara maksimal. 
  • Agar memudahkan kaum anom dari kota lain, turis lokal maupun mancanegara serta pengunjung dari kota lain mendapatkan informasi yang diperlukan mengenai tempat-tempat makan yang enak, tempat belanja, mall-mall, wahana olah raga dan perguruan tinggi swasta yang ada di kota Bandung.

BAB II
KOTA BANDUNG SEBAGAI WAHANA KAUM ANOM
1 Pengertian Kota Bandung dan Wahana Kaum Anom
Kota Bandung adalah Ibukota Propinsi Jawa Barat, dipengaruhi iklim pegunungan yang lembab dan sejuk, kota yang terletak cukup strategis karena terletak pada poros jalan raya : Barat Timur yang memudahkan hubungan dengan ibukota negara. Kota yang telah dikenal sebagai Parijs Van Java, kota yang seperti Paris di Jawa dimana Paris terkenal sebagai pusat trend setter, begitu juga dengan kota Bandung sebagai tolak ukur trend fesyen di Nusantara saat ini. Kota yang identik dengan seni dan keindahan. 

Kota yang berhawa dingin ini menjadi acuan industri fesyen di kota besar Tanah Air dan pelopor berdirinya factory outlet. Sehingga ko Bandung dikenal dengan kota fesyen, terbukti dengan banyaknya kaum anom kota Bandung yang gemar berbusana trendi dan modis. Kini kota Bandung dikenal dengan jajaran toko factory-factory outlet, banyak merk fesyen kelas dunia mudah didapat dengan harga murah dan tanpa perlu datang ke Jakarta. 

Gaya hidup masyarakat kota Bandung yang tidak terburu-buru, menciptakan suasana yang mendukung terciptanya karya-karya seni musik modern dan tradisional. Kota Bandung banyak terdapat pelajar dan mahasiswa yang menggemari seni musik terbukti dengan banyaknya band-band muda, teater-teater dan sanggar seni lainnya yang perkembangan semakin pesat. Kota bandung sebagai kota seni melahirkan musisi-musisi muda yang berbakat dan kreatif yang menghasilkan karya seni musik handal. Terbukti dengan diadakannya Djarum Super Dago Festival (DSDF) disponsori oleh Djarum Super sebagai ajang kreativitas khas kaum anom yang berada di kota Bandung sebagai ruang presentasi karya-karya seni bagi para seniman kota Bandung yang keberadaannya diakui dan dihargai oleh kalangan masyarakat.

Kota Bandung merupakan kota yang nyaman sehingga banyak kaum anom dari kota lain merasa aman untuk menuntut ilmu di kota Bandung. Kaum anompun dapat lebih bebas mengekspresikan bakat dan talenta yang kaum anom miliki, didukung oleh wahana yang ada sehingga bakat dan talenta yang dimiliki kaum anom dapat terwujud. Kota yang setiap minggu pekan atau hari libur selalu dipadati oleh pengunjung dari luar kota, berbagai acara dengan beragam tema digelar untuk meramaikan kota Bandung dengan target marketnya adalah untuk kaum anom.

Kota Bandung sudah sejak dulu dikenal dengan wisata boga karena di kota ini memiliki boga khas dengan mutu dan citarasa sempurna yang sanggup memuaskan selera bagi pengunjung yang datang. Kota Bandung terkenal dengan oleh-olehnya seperti tempe, oncom goreng, pisang molen Kartika Sari, serta penyem bandung yang sudah sangat terkenal. Dulu kota Bandung dikenal dengan “sorga” tukang jajan, sebab untuk jenis makanan tertentu kota Bandung menjadi trade-mark yang cukup menawan hati untuk pengunjung yang suka jajan. Banyaknya tempat jajan mulai dari kaki lima sampai rumah makan dapat memuaskan selera pembeli. 

Kota Bandung dikenal dengan kota pendidikan karena dikota ini terdapat bermacam jenis sekolah dari berbagai jenjang tingkatan terdapat di kota ini. Dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi swasta dan negeri. Sehingga banyak kaum anom dari kota lain memilih menuntut ilmu di kota ini. Beberapa perguruan tinggi swasta dan negeri yang ada di kota Bandung yang telah terkenal antara lain : Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Padjajaran (UNPAD), Universitas Pendidikan (UPI), Unversitas Parahyangan (UNPAR), Institut Teknologi Nasional (ITENAS), Univesitas Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) dan berbagai perguruan tinggi lainnya, banyak menghasilkan anak muda kreatif dengan ide-ide inovatif baik antara lain didunia seni dan bisnis.

Wahana adalah tempat atau sarana untuk mencapai tujuannya mengembangkan bakat dan ide-ide yang kreatif dan inovatif. Sedangkan kata kaum anom diambil dari bahasa sunda yang berarti golongan muda. Yang termasuk kaum anom adalah remaja, pemuda, pelajar, mahasiswa, eksekutif muda, orang yang berjiwa muda. 

Jadi wahana kaum anom adalah tempat golongan muda untuk mencapai tujuannya mengembangkan bakat dan ide-ide yang kreatif dan inovatif. Salah satu tempat atau sarana yang sangat terkenal di kota Bandung adalah jalan Dago yang merupakan landmark-nya kota Bandung dari dulu sampai sekarang, telah dijadikan ruang publik bagi kaum anom kota Bandung. Setiap minggu pekan sepanjang jalan Dago selalu dipadati oleh kaum anom dengan berbagai acara beragam yang digelar. Di sepanjang jalan Dago banyak berjajaran factory-outlet, cafe-cafe tenda, beberapa stasiun radio seperti Ardan Swaratama, Ninety Niners, Paramuda, Oz, menggelar acara seni musik sebagai penyalur kreatifitas kaum anom dibidang seni musik yang sedang trend dikalangan kaum anom.

2 USP (Unique Selling Proposition)
Dilihat dari USP : 
  • Memiliki bangunan bersejarah seperti Gedung Sate dan Kampus ITB (Institut Teknologi Bandung) serta bangunan disepanjang jalan Braga. 
  • Banyaknya didirikan pusat-pusat perbelanjaan barang electronik, handphone, computer dan tekstil yang megah.
  • Pesona Panorama Indah Alami kota Bandung dengan hawa yang sejuk.
Dilihat dari segi ESP (Eucapsulated Post Script)
  • Kota Bandung memiliki julukan sebagai “Kota Kembang”. 
  • Kota Bandung dikenal sebagai “Paris Van Java”. 
  • Kota Bandung merupakan “sorga tukang jajan”.
3 Analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat)
SWOTH merupakan suatu metode analisa pemasaran dalam merumuskan Perancangan Komunikasi Visual melalui tinjauan objektif terhadap produk sasaran (target audience) dan produk lain yang sejenis serta peluang akan pelaksanaan informasi. Penerapan SWOT pada perancangan web site kota Bandung sebagai Wahana Kaum Anom adalah:

Strength (kekuatan)
  • Sudah banyak julukan yang didapat oleh kota Bandung seperti sebagai Parijs Van Java, kota seperti Paris di Jawa dimana Paris terkenal sebagai pusat trend setter dunia, sehingga kota Bandung terkenal diseluruh Indonesia dan manca negara.
  • Letak geografis yang sangat strategis berdekatan dengan ibukota negara.
  • Tersedianya sarana pendidikan dengan bidang studi yang beragam.
  • Pembangunan kota yang sangat pesat, didirikanya wahana-wahana dengan target sasarannya kaum anom.
  • Faktor iklim yang sejuk.
  • Kaum anom kota Bandung trendi dan modis.
  • Tersedianya ruang publik untuk kaum anom berekspresi.
  • Banyaknya kaum anom yang datang dari kota lain.
  • Dalam perancangan informasi kota Bandung sebagai Wahana Kaum Anom, menggunakan media melalui internet yaitu web site sebab media ini dapat menjangkau sasaran yang luas. Kekuatan dari media ini adalah dapat berkomunikasi dalam menyampaikan informasi, sistem pengerjaannya dan mengedit isi informasi sangat efisien.
Weaksness (kelemahan)
  • Banyaknya kaum anom yang tidak memiliki pekerjaan sebab lapangan kerja yang tersedia tidak sebanding dengan banyaknya kaum anom yang lulus sekolah.
  • Penyebaran informasi yang tidak merata mengenai wahana yang ada sehingga wahana tersebut belum optimal. 
  • Kurangnya perawatan sarana yang ada.
  • Sebagai media informasi internet memiliki kelemahan yaitu tidak dapat berdiri sendiri dalam menginformasikan keberadaan media dan isi dari informasi yang terdapat pada media.
Opportunity (kesempatan)
  • Kesempatan kaum anom untuk menggali dan memaksimalkan fungsi dari sarana yang ada sebagai wahana kaum anom di kota Bandung. 
  • Dengan adanya sarana penunjang kesempatan kaum anom terbuka lebar untuk menuangkan ide, bakat dan kreatifitas sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih baik dan berkwalitas. 
  • Kesempatan menginformasikan kepada sesama kaum anom dapat dilakukan melalui media Web site lebih populer bagi khalayak umum dan pemula, terutama untuk pencarian informasi. 
  • Hal ini berarti kesempatan baik untuk menginformasikan kota Bandung sebagai wahana kaum anom kepada kaum anom kota Bandung sendiri dan kaum anom seluruh Nusantara Indonesia pada umumnya, karena melalui web site kaum anom dapat dengan mudah mendapatkan kesempatan berinteraksi dengan pelaku internet lainnya untuk mendapatkan informasi.
Threat (ancaman)
· Ancaman lainnya datang dari kota Jogyakarta yang terkenal dengan kota pelajar, kota Bali yang terkenal dengan pariwisatanya, kota Surabaya sekarang sudah mulai bermunculan factory-factory outlet, kota-kota tersebut merupakan ancaman bagi kota Bandung. 

4 Hasil Tinjauan Objek Penelitian
Kota Bandung yang dikelilingi oleh pegunungan yang berhawa dingin yang identik dengan seni dan keindahan cukup berhasil menarik perhatian kaum anom dari kota lain seluruh nusantara. Pembangunan kota sangat pesat terbukti dengan banyaknya mall-mall, pusat belanja, sarana pendidikan dan lain-lain, target sasaranya ditujukan untuk kaum anom yang ada di kota Bandung yang cenderung bergerak dinamis mengikuti perkembangan jaman. 

Berdasarkan uraian kalimat diatas penyusun menyederhanakan uraian tersebut menjadi kata kunci yang nantinya akan menjadi tema perancangan yaitu “Bandung sebagai Wahana Kaum Anom” 

BAB III
KONSEP PERANCANGAN
1. Konsep Komunikasi
Konsep adalah suatu perancangan (planning) untuk mencapai tujuan tertentu. Tetapi untuk mencapai tujuan tersebut, konsep bukan berarti sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan bagaimana teknik operasionalnya. Begitu juga dengan konsep komunikasi merupakan panduan perencanaan komunikasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin, yaitu communications dan bersumber dari kata communis yang berarti “sama”. Sama disini berarti “sama makna” (lambang). Berdasarkan paradigma Lasswell, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Komunikasi yang digunakan bersifat informatif yaitu memberikan informasi mengenai wahana yang terdapat di kota Bandung.

1.1 Tujuan Komunikasi
Pada akhirnya, sejalan dengan berkembangnya masyarakat, komunikasi media mengalami kemajuan, dengan memadukan komunikasi menggunakan lambang-lambang, kata-kata, gambar, bilangan, grafik dan lain-lain. Kegiatan atau proses penyampaiannya dinamakan komunikasi.

Pada perancangan web site ini memuliki tujuan komunikasi yaitu menginformasikan Kota Bandung sebagai Wahana Kaum Anom yang banyak memiliki wahana yang sangat signifikan bagi kaum anom. Dengan tujuan memberikan informasi bagi kaum anom yang ada di kota Bandung atau kota lainnya diseluruh Kawasan Nusantara agar dapat menumbuhkan rasa ketertarikan untuk mengunjungi kota Bandung.

1.2 Pesan Utama Dasar Komunikasi
Pesan utama dasar komunikasi yang disampaikan dalam perancangan web site Kota Bandung sebagai Wahana Kaum Anom adalah menginformasikan wahana yang terdapat di kota Bandung, agar kaum anom dapat mengetahui nama wahana tersebut, lokasi atau alamat, serta ke istimewaan dari wahana tersebut untuk mendorong kaum anom lebih percaya dan memiliki gambaran mengenai informasi kota Bandung, sesuai dengan tujuan dari pembuatan perancangan web site Kota Bandung sebagai Wahana Kaum Anom. Kita tidak akan berhasil tanpa ada komunikasi dalam menyampaikan suatu informasi. 

1.3 Segmentasi
Beberapa bagian dapat menentukan keberhasilan suatu informasi yaitu : 
  • Demografis : golongan usia 13 sampai 30 tahun (pendidikan SLTP sampai perguruan tinggi) baik pria maupun wanita, dari kalangan menengah ke atas.
  • Psikografis : Kaum anom yang yang cenderung bergerak dinamis mengikuti perkembangan jaman dan selalu memberi ciri khas pada setiap perkembangan jaman tersebut. 
  • Geografis : Bagi masyarakat kota Bandung dan kota lainnya serta pada umumnya seluruh Nusantara. 
1.4 Materi Pesan
Materi pesan yang akan dibuat dalam menginformasikan kota Bandung sebagai Wahana Kaum Anom, harus memiliki pesan yang akan menguatkan web site ini agar selalu diingat pengguna internet, yaitu melalui jenis huruf yang digunakan, ikon, gambar, lambang dan sebagainya yang mudah diingat dan dikenali oleh para kaum anom.

Materi pesan yang ada di media ini adalah
  • Menyajikan informasi mengenai sejarah Bandung dulu dan Bandung kini.
  • Menyajikan informasi wahana pendidikan,seni, olah raga, belanja.
  • Menyajikan peta lokasi untuk mempermudah kaum anom supaya tidak tersesat dan terjebak macet, maka kenali jalan dikota Bandung melalui peta lokasi ini
  • Menyajikan informasi mengenai even kegiatan yang dilakukan kaum anom di kota Bandung.
  • Menyajikan kamus bahasa sunda 
1.5 Pendekatan Kreatif
Pendekatan kreatif dalam hal ini adalah melalui media internet dengan menggunakan gambar foto dan tulisan-tulisan menggambarkan wahana yang ada di kota Bandung, agar pengguna dapat langsung memperoleh gambaran mengenai informasi tersebut. Karena dengan menggunakan gambar foto, dapat berbicara lebih baik dibandingkan penjelasan yang panjang lebar. 

Foto di dalam suatu web site merupakan daya penarik bagi pengunjung suatu web site. Umumnya web site dilengkapi dengan gambar foto-foto untuk membuat orang tertarik melihat dan membaca isi yang ada di suatu web site serta ingin lebih jauh mengetahui tentang kota Bandung.

1.6 Tone and Manner
Gaya dan kesan yang ingin dimunculkan dalam perancangan web site ini adalah menggambarkan kota Bandung yang sejuk dikelilingi oleh gunung memiliki kesan tentang alam yang hijau. Penataan grafis dan tipografi yang ditampilkan pada web site ini disesuaikan dengan kesan. 

 2 Konsep Visual
Tampilan interface dilayar monitor komputer merupakan bagian yang sangat efektif untuk menyampaikan pesan atau informasi yang akan disampaikan, yang tampil melalui pemikiran-pemikiran yang dikembangkan dari tema dalam penyusunan konsep secara visual agar menampilkan pesan yang berkesan, jelas dan tegas. 

Pada perancangan web site ini sebagai media pemersatu dan media informasi yang bersifat persuasif serta target marketnya kaum anom, maka secara visual penyusun melakukan pendekatan dengan cara menggunakan gambar foto-foto disetiap halaman agar pengguna memperolah gambaran mengenai informasi yang dibutuhkan. 

Format Desain
Desain Web site ini sangat baik untuk ditampilkan pada resolusi layar 800 x 600 pixel. Karena ukuran ini merupakan standar umum wabsite, serta banyaknya pengguna web site menggunakan monitor berukuran 14”, dengan area screen 800 x 600 pixcel. Penempatan icon menunya ditempatkan disebelah atas. 

 Lay Out
Lay out atau tata letak sangat diperlukan untuk menata elemen-elemen dalam suatu halaman web agar elemen-elemen tersebut tersusun rapih, khususnya teks yang akan dimasukkan ke dalam halaman ini. Agar tercipta web site yang sesuai dengan tema maka tata letak sangat berperan dalam menggabungkan unsur visualnya seperti animasi, foto-foto, tipografi, yang menjadi kesatuan sehingga tercipta harmonisasi fungsi web site sebagai media komunikasi. Pada web site ini lay out menggunakan bentuk keseimbangan asimetris agar terkesan tidak resmi atau informal namun tampak lebih dinamis.
 Tipograf
Tipografi sebagai elemen pendukung visual pada desain web site, karena sebagian besar informasi tertulis dalam bentuk teks. Dengan font kita dapat menentukan gaya sebuah web site serta dengan menggunakan font yang sederhana dan mudah dibaca akan membuat pengguna web site mudah memahaminya.

Dalam web site ini penyusun menggunakan jenis huruf, yaitu :
  1. PT Banana Split , jenis huruf ini digunakan pada penulisan ”Bandung Wahana Kaum Anom”, dengan ukuran font 30pt.
  2. Benguiat Bk BT : jenis huruf ini digunakan pada penulisan
  • Bandung Dulu
  • Bandung Kini
  • THE SUMMIT 
  • HERITAGE
  • dse (dago stok ekspor)
dengan ukuran font 14pt.
Ø Bookman Old Style, jenis huruf ini digunakan pada isi dengan ukuran font 10pt. 
Contoh : Kaum anom dapat memanjakan diri dengan berbelanja sepuasnya. 
 Ilustrasi 
Ilustrasi yang ditampilan interface menggunakan foto, sebab menggunakan foto berwarna lebih cocok untuk menyuguhkan tampilan keadaan yang nyata. Dengan illustrasi atau foto maka pesan yang disampaikan akan lebih berkesan, karena pembaca lebih muda mengingat gambar atau foto daripada kata-kata, hal ini dimaksud untuk mendukung proses penyampaian informasi dan mempermudah memberikan gambaran tentang wahana kaum anom yang ada di kota Bandung sebenarnya.

Warna
Warna yang digunakan pada perancangan web site ini adalah warna-warna :
  • Hijau muda : memunculkan kesan segar, tenang , ceria, pertumbuhan
  • Hijau kuning : memunculkan kesan persahabatan, muda, kehangatan, baru, berseri
  • Crem : memunculkan kesan lembut, klasik, netral dan manis.
  • Merah : memunculkan kesan energik, perkasa, dinamis, aktif.
  • Putih : memunculkan kesan terang, murni, bersih, klasik kemilau, 
Studi Icon
Pada perancangan wab site icon mempunyai peranan yang sangat penting dan diperlukan, sebab dengan adanya icon dapat dengan mudah dan cepat mengantarkan pengunjung ke halaman-halaman lain dari web site tersebut untuk mendapatkan informasi yang pengunjung inginkan. Icon yang digunakan pada perancangan web site ini diambil dari karakter menu yang dipakai.

BAB IV
TEKNIS PRODUKSI
Tahap ini yaitu tahap yang terpenting dalam pembuatan perancangan web site kota Bandung sebagai wahana kaum anom dimana penyusun mempersiapkan hardware dan software yang akan digunakan sebagai sarana penunjang agar proses pelaksanaannya berjalan dengan lancar.

1 Hardware
Hardware (spesifikasi komputer) yang digunakan sebagai sarana penunjang dalam proses pembuatan web site ini adalah :
  • Processor : intel pentiu
  • Hard disk : DDR 40Gb CD 
  • RW : Asus 52x32X52
  • Memori : 256 Mb RAm
  • VGA Card : TNT 2 Model 64
  • Motherboard : Gigabyte
  • Others : Mouse dan Keyboard Logitech 
  • Monitor : GIC 15”
  • Printer : HP Deskjet 1220C
2 Software
Software yang digunakan dalam perancangan web site ini adalah :
1. CorelDRAW 11
Program ini digunakan untuk pembuatan bentuk dasar dalam pembuatan lay out dan icon.
2. Adobe Photoshop 7.0 
Program ini digunakan untuk mengolah image, memberinya efek, memberikan kreasi pada halaman web, 
3. Macromedia Flash MX
Program ini digunakan untuk membuat animasi terdiri dari beberapa keyframe yang dapat dikontrol oleh user, dimana saat animasi tersebut bergerak.
no image
Teori yang Mendasari Pembelajaran sebagai pembangunan karakter 
Beberapa teori pembelajaran yang menjadi dasar dalam memandang proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai upaya pembangunan karakter (character building). 
1 Teori Gestalt 
Teori belajar Gestalt berada pada rumpun aliran kognitivisme. Aliran ini telah memberikan kontribusi terhadap penggunaan unsur kognitif atau mental dalam proses belajar. Berbeda dengan pandangan aliran behavioristik yang memandang belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respons, aliran kognitif memandang kegiatan belajar bukanlah sekedar stimulus dan respons yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam diri individu yang sedang belajar. Karena itu, menurut aliran kognitif, belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan. Sehingga perilaku yang tampak pada manusia tidak dapat diukur dan diamati tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan lain sebagainya. Bahkan teori Gestalt melakukan pengkajian fungsi motor-visual untuk pengamatan perilaku. 
”Assessment of visual-motor functions is an important of a comprehensive psychological evaluation. The Bender-Gestalt test has provided insight into such problems as mental retardation, learning disabilities, personality dynamics, and brain injury (Decker, 2008: 3). Kendati pendekatan kognitif sering dipertentangkan dengan pendekatan behavioristik, namun ia tidak selalu menafikan pandangan-pandangan kaum behavioristik. Reinforcement, misalnya yang menjadi prinsip belajar behavioristik, juga terdapat dalam pandangan kognitif tentang belajar. Namun bedanya behavioristik memandang reinforcement sebagai elemen yang penting untuk menjaga dan menguatkan perilaku, sedangkan menurut pandangan kognitif reinforcement sebagai sebuah sumber feedback apakah kemungkinan yang terjadi jika sebuah perilaku diulang lagi. Psikologi kognitif muncul dipengaruhi oleh psikologi Gestalt, dengan tokoh-tokohnya seperti Max Wertheimer, Wolfgang Kohler, dan Kurt Koffka. Para tokoh Gestalt tersebut belum merasa puas dengan penemuan-penemuan para ahli sebelumnya yang menyatakan belajar sebagai proses stimulus dan respons serta manusia bersifat mekanistik. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para tokoh Gestalt lebih menekankan pada persepsi. 

Menurut mereka, manusia bukanlah sekedar mahluk yang hanya bisa bereaksi jika ada stimulus yang memengaruhinya. Tetapi lebih dari itu, manusia adalah mahluk individu yang utuh antara rohani dan jasmaninya. Dengan demikian, pada saat manusia bereaksi dengan lingkungannya, manusia tidak sekadar merespons, tetapi juga melibatkan unsur subyektivitasnya yang antara masing-masing individu bisa berlainan. Berbeda dengan teori-teori yang dikemukakan oleh para tokoh behavoirisme, terutama Thorndike, yang menganggap bahwa belajar sebagai proses trial and error, teori Gestalt ini memandang belajar adalah proses yang 105 didasarkan pada pemahaman (insight). Karena pada dasarnya setiap tingkah laku seseorang selalu didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku tersebut terjadi. Pada situasi belajar, keterlibatan seseorang secara langsung dalam situasi belajar tersebut akan menghasilkan pemahaman yang dapat membantu individu tersebut memecahkan masalah. Dengan kata lain, teori Gestalt ini menyatakan bahwa yang paling penting dalam proses belajar individu adalah dimengertinya apa yang dipelajari oleh individu tersebut. 

Oleh karena itu, teori belajar Gestalt ini disebut teori belajar insight. Seperti pada eksperimen yang dilakukan kaum behavioristik, Wolfgang Kohler pun menjelaskan teori Gestalt ini melalui percobaan dengan seekor simpanse yang diberi nama Sultan. Dalam eksperimennya, Kohler ingin mengetahui bagaimana fungsi insight dapat membantu memecahkan masalah, dan membuktikan bahwa perilaku simpanse dalam memecahkan masalah yang dihadapinya tidak hanya didasarkan stimulus dan respons atau trial dan error saja, tapi juga karena ada pemahaman terhadap masalah dan bagaimana memecahkan masalah tersebut (Fudyartanto, 2002:82). Eksperimen yang dilakukan oleh Kohler menunjukkan pentingnya pembentukan insight dalam proses belajar. Pembentukan insight dalam individu belajar terjadi karena ada persepsi terhadap lingkungan atau medan dan menstrukturnya sehingga membentuk menjadi suatu susunan yang bermakna, yaitu terbentuknya insight.

Proses belajar yang menggunakan insight (insightfull learning) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Suryabrata, 1990:73): 
  1. Insight tergantung pada kemampuan dasar. Kemampuan dasar yang dimiliki individu masing-masing berbeda-beda satu dengan yang lain. Biasanya perbedaan tersebut terletak pada usia, biasanya usia yang muda lebih sukar belajar dengan insight. 
  2. Insight tergantung kepada pengalaman masa lampau yang relevan. Latar belakang turut membantu terbentuknya insight, tetapi tidak menjamin terbentuknya insight. 
  3. Insight tergantung kepada pengaturan situasi yang dihadapi. Belajar insight hanya mungkin terjadi jika situasi belajar diatur sedemikian rupa, sehingga semua aspek yang dibutuhkan dapat diobservasi. 
  4. Insight didahului dengan periode mencari dan mencoba-coba. Individu sebelum memecahkan masalah mungkin melakukan respons-respons yang kurang relevan terhadap penyelesaian problemnya. 
  5. Solusi problem dengan menggunakan insight dapat diulangi dengan mudah, dan akan berlaku secara langsung. 
  6. Jika insight telah terbentuk, maka problem pada situasisituasi yang lain akan dapat dipecahkan. Insight mempunyai kemampuan untuk ditransfer dari satu masalah ke satu masalah lain, walaupun situasisituasi yang menimbulkan insight berbeda dengan situasi-situasi dan materi hal yang baru, namun realisasi-realisasi dan generalisasinya sama. 
Selain insight, teori Gestalt juga menekankan pentingnya organisasi pengamatan terhadap stimuli di dalam lingkungan dan faktor-faktor yang memengaruhi pengamatan. Melalui penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para tokoh gestalt, disusunlah hukum-hukum Gestalt yang berhubungan dengan pengamatan (Fudyartanto, 2002:89) sebagai berikut. 
  1. Hukum Pragnanz, yang merupakan hukum umum dalam psikologi Gestalt. Hukum ini menyatakan bahwa organisasi psikologis selalu cenderung untuk bergerak kearah penuh arti (pragnanz). Menurut hukum ini, jika seseorang mengamati sebuah atau sekelompok obyek, maka orang tersebut akan cenderung memberi arti terhadap obyek yang diamatinya, dengan memberikan kesan sedemikian rupa terhadap obyek tersebut. Kesan yang memberikan arti terhadap obyek mungkin didasarkan pada warna, bentuk, ukuran, dan sebagainya. 
  2. Hukum Kesamaan (the law of similarity), yang menyatakan bahwa hal-hal yang sama cenderung membentuk kesatuan. 
  3. Hukum Keterdekatan (the law of proximity), yang menyatakan bahwa hal-hal yang saling berdekatan cenderung membentuk kesatuan.
  4. Hukum ketertutupan (the law of closure), yang menyatakan bahwa hal-hal yang tertutup cenderung membentuk keseluruhan. 
  5. Hukum Kontinuitas yang menyatakan bahwa hal-hal yang kontinu atau yang merupakan kesinambungan (kontinuitas) yang baik akan mempunyai tendensi untuk membentuk kesatuan. 
2.4.2 Teori Konstruktivisme
 Pendekatan konstruktivistik dalam belajar dan pembelajaran didasarkan pada perpaduan antara beberapa penelitian dalam psikologi kognitif dan psikologi sosial, sebagaimana teknik-teknik dalam modifikasi perilaku yang didasarkan pada teori operant conditioning dalam psikologi behavioral. Premis dasarnya adalah bahwa individu harus secara aktif “membangun” pengetahuan dan keterampilannya (Brunner, 1990:87) dan informasi yang ada diperoleh dalam proses membangun kerangka oleh pelajar dari lingkungan di luar dirinya. Membangun kenyataan adalah hal yang ditekankan dalam sosiologi baru pendidikan, seperti dinyatakan oleh Young (2008:3): “....

Dalam proses belajar di kelas, menurut Nurhadi dan kawan-kawan (2004:94), siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dan teori konstruktivisme ini adalah ide. Siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain. Dengan dasar itu, maka belajar dan pembelajaran harus dikemas menjadi proses ‘mengkonstruksi’, bukan ‘menerima’ pengetahuan. Oleh karena itu, Slavin (1994:129) menyatakan bahwa dalam proses belajar dan pembelajaran siswa harus terlibat aktif dan siswa menjadi pusat kegiatan belajar dan pembelajaran di kelas. Guru dapat memfasilitasi proses ini dengan mengajar menggunakan cara-cara yang membuat sebuah informasi menjadi bermakna dan relevan bagi siswa, dengan memberdayakan metode, media, dan bahan ajar secara sinergis. Untuk itu, guru harus memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau mengaplikasikan ide-ide mereka sendiri, di samping mengajarkan siswa untuk menyadari dan sadar akan strategi belajar mereka sendiri. Revolusi konstruktivisme mempunyai akar yang kuat dalam sejarah pendidikan. Perkembangan konstruktivisme dalam belajar tidak terlepas dari usaha keras Jean Piaget dan Vygotsky (Banks, J. A. 2003: 132-137). Perkembangan kontruktivisme bisa diterawang dari perspektif “dilemma”-nya Mark Windschitl:

“As more specific phenomena of interest,”dilemmas”are aspects of teachers’intellectual and lived experiences that prevent theoretical ideals of constructivism from being realized in practice in school settings.For frames of reference are used to describe these dilemmas. Conceptual dilemmas are rooted in teachers’attempts to understand the philosophical, psychological, and epistemological underpinnings of constructivism. Pedagogical dilemmas for teachers arise from the more complex approaches to designing curriculum and fashioning learning experiences that constructivism demands. Cultural dilemmas emerge between teacher dilemmas emerge between teachers and students during the radical reorientation of classroom roles and expectations necessary to accommodate the constructivist ethos. Political dilemmas are associated with resistance from various stakeholders in school communities when institutional norm are questioned and routines of privilege and authority are disturbed”. (Windschitl, 2002:132) 

Jean Piaget dan Vygotsky menekankan bahwa perubahan kognitif ke arah perkembangan terjadi ketika konsep-konsep yang sebelumnya sudah ada mulai bergeser karena ada sebuah informasi baru yang diterima melalui proses ketidakseimbangan (dissequilibrium). Selain itu, Jean Piaget dan Vygotsky juga menekankan pada pentingnya lingkungan sosial dalam belajar dengan menyatakan bahwa integrasi kemampuan dalam belajar kelompok akan dapat meningkatkan pegubahan secara konseptual. Dalam orientasi teoritis, belajar kelompok menyiratkan adanya Sociotransformative Constructivism . ” Sociotransformative Constructivism is an orientation that draws form multicultural education (as a theory of social justice) and social constructivism (as a theory of learning) (Zozakiewicz dan Rodriguez, 2007: 401) Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti sebuah kotak-kotak yang masing-masing mempunyai makna yang berbeda-beda. Pengalaman yang sama bagi seseorang akan dimaknai berbeda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam kotak yang berbeda. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak-kotak atau struktur pengetahuan dalam otak manusia (Nurhadi, 2004:73). 

Oleh karena itu, pada saat manusia belajar, menurut Piaget, sebenarnya telah terjadi dua proses dalam dirinya, yaitu proses organisasi informasi dan proses adaptasi. Proses organisasi adalah proses ketika manusia menghubungkan informasi yang diterimanya dengan struktur-struktur pengetahuan yang sudah disimpan atau sudah ada sebelumnya dalam otak. Melalui proses organisasi  inilah, manusia dapat memahami sebuah informasi baru yang didapatnya dengan menyesuaikan informasi tersebut dengan struktur pengetahuan yang dimilikinya. Sehingga manusia dapat mengasimilasikan atau mengakomodasikan informasi atau pengetahuan tersebut. Proses adaptasi adalah proses yang berisi dua kegiatan. Pertama, menggabungkan atau mengintegrasikan pengetahuan yang diterima oleh manusia atau disebut dengan asimilasi. Kedua, mengubah struktur pengetahuan yang sudah dimiliki dengan struktur pengetahuan baru, sehingga akan terjadi keseimbangan (equilibrium). Dalam proses adaptasi ini, Piaget mengemukakan empat konsep dasar (Nurhadi, 2004:83), yaitu skemata, asimilasi, akomodasi, dan keseimbangan. Pertama, skemata. Manusia selalu berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya. 

Manusia cenderung mengorganisasikan tingkah laku dan pikirannya. Hal itu mengakibatkan adanya sejumlah struktur psikologis yang berbeda bentuknya pada setiap fase atau tingkatan perkembangan tingkah laku dan kegiatan berpikir manusia. Struktur mi disebut dengan struktur pikiran (intellectual scheme). Dengan demikian, pikiran harus memiliki suatu struktur yaitu skema yang berfungsi melakukan adaptasi dengan lingkungan dan menata lingkungan itu secara intelektual. Secara sederhana skemata dapat dipandang sebagai kumpulan konsep atau kategori yang digunakan individu ketika ia berinteraksi dengan lingkungan. Skemata ini senantiasa berkembang. Artinya, ketika kecil seorang anak hanya memiliki beberapa skemata saja, tetapi setelah beranjak dewasa skematanya secara berangsur-angsur bertambah banyak, luas, beraneka ragam, dan kompleks. Perkembangan ini dimungkinkan oleh stimulus-stimulus yang dialaminya yang kemudian diorganisasikan dalam pikirannya. Piaget mengatakan bahwa skemata orang dewasa berkembang mulai dan skemata anak melalui proses adaptasi sampai pada penataan dan organisasi. 

Makin mampu seseorang membedakan satu stimulus dengan stimulus lainnya, makin banyak skemata yang dimilikinya. Dengan demikian, skemata adalah struktur kognitif yang selalu berkembang dan berubah. Proses yang menyebabkan adanya perubahan tersebut adalah asimilasi dan akomodasi. Kedua, asimilasi. Asimilasi merupakan proses kognitif dan penyerapan pengalaman baru ketika seseorang memadukan stimulus atau persepsi ke dalam skemata atau perilaku yang sudah ada. Misalnya, seorang anak belum pernah melihat ‘seekor ayam’. Stimulus, ayam, yang dialaminya akan diolah dalam pikirannya, dicocok-cocokkan dengan skemata-skemata yang telah ada dalam struktur mentalnya. Mungkin saja skemata yang paling dekat dengan ayam adalah ‘burung’, maka ia menyebut ‘ayam’ itu sebagai ‘burung besar’ karena stimulus ‘ayam’ diasimilasikan ke dalam skemata ‘burung’. Nanti, ketika dipahaminya bahwa hewan itu bukan ‘burung besar’ melainkan ‘ayam’, maka terbentuklah skemata ‘ayam’ dalam struktur pikiran anak itu. Asimilasi pada dasarnya tidak mengubah skemata, tetapi memengaruhi atau memungkinkan pertumbuhan skemata. 

Dengan demikian, asimilasi adalah proses kognitif individu dalam usahanya mengadaptasikan diri dengan lingkungannya. Asimilasi terjadi secara kontinu, berlangsung terus-menerus dalam perkembangan kehidupan intelektual anak. Ketiga, akomodasi. Uraian di atas menyimpulkan bahwa pada akhirnya dalam struktur mental anak itu terbentuklah skemata ‘ayam’. Seandainya dalam pikiran anak itu sudah ada skemata yang cocok dengan skemata ‘ayam’ (ayam jenis lain), maka skemata ‘ayam’ itu akan berubah dalam artian akan menjadi lebih luas dan lebih terdiferensiasi. Maksudnya, mungkin pada skemata “ayam’ semula masih tercakup ‘itik’ atau ‘angsa’, tetapi dengan adanya pengalaman baru ini, maka konsep tentang ‘ayam’ menjadi lebih teliti, tepat atau mantap. Akomodasi adalah suatu proses struktur kognitif yang berlangsung sesuai dengan pengalaman baru. Proses kognitif tersebut menghasilkan terbentuknya skemata baru dan berubahnya skemata lama. Di sini tampak terjadi perubahan secara kualitatif, sedangkan pada asimilasi terjadi perubahan secara kuantitatif. Jadi, pada hakikatnya akomodasi menyebabkan terjadinya perubahan atau pengembangan skemata. 

Sebelum terjadi akomodasi, ketika anak menerima stimulus yang baru, struktur mentalnya menjadi goyah atau disebut tidak stabil. Bersamaan terjadinya proses akomodasi, maka struktur mental tersebut menjadi stabil lagi. Begitu ada stimulus baru lagi, maka struktur mentalnya akan kembali goyah dan selanjutnya setelah terjadi proses akomodasi akan stabil lagi. Begitulah proses asimilasi dan akomodasi terjadi terus-menerus dan menjadikan skemata manusia berkembang bersama dengan waktu dan bertambahnya pengalaman. Mula-mula skemata seseorang masih bersifat sangat umum dan global, kurang teliti, bahkan terkadang kurang tepat, tetapi melalui proses asimilasi dan akomodasi, skemata yang kurang tepat dan kurang teliti tersebut diubah menjadi lebih tepat dan lebih teliti. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam asimilasi, individu memaksakan struktur yang ada padanya kepada stimulus yang masuk. Artinya, stimulus dipaksa untuk memasuki salah satu yang cocok dalam struktur mental individu yang bersangkutan. Sebaliknya, dalam akomodasi individu dipaksa mengubah struktur mentalnya agar cocok dengan stimulus yang baru itu. Dengan kata lain, asimilasi bersama-sama dengan akomodasi secara terkoordinasi dan terintegrasi rnenjadi penyebab terjadinya adaptasi intelektual dan perkembangan struktur intelektual. Keempat, keseimbangan (equilibrium). 

Dalam proses adaptasi terhadap lingkungan, individu berusaha untuk mencapai struktur mental atau skemata yang stabil. Stabil dalam artian adanya keseimbangan antara proses asimilasi dan proses akomodasi. Seandainya hanya terjadi asimilasi secara kontinu, maka yang bersangkutan hanya akan memiliki beberapa skemata global dan ia tidak mampu melihat perbedaan antara berbagai hal. Sebaliknya, jika hanya akomodasi saja yang terjadi secara kontinu, maka individu akan hanya memiliki skemata yang kecil-kecil saja, dan mereka tidak memiliki skemata yang umum. Individu tersebut tidak akan bisa melihat persamaan-persamaan di antara berbagai hal. Itulah sebabnya, ada keserasian di antara asimilasi dan akomodasi yang oleh Jean Piaget disebut dengan keseimbangan (equilibrium).

Berbeda dengan Piaget, Vygotsky (Elliot, 2003, 52) menteorikan bahwa belajar adalah sebuah proses yang melibatkan dua elemen penting. Pertama, belajar merupakan proses secara biologi sebagai proses dasar. Kedua, proses secara psikososial sebagai proses yang lebih tinggi dan esensinya berkaitan dengan lingkungan sosial budaya. Sehingga, lanjut Vygotsky, munculnya perilaku seseorang adalah karena intervening kedua elemen tersebut. Pada saat seseorang mendapatkan stimulus dan lingkungannya, ia akan menggunakan fisiknya berupa alat inderanya untuk menangkap atau menyerap stimulus tersebut, kemudian dengan menggunakan saraf otaknya informasi yang telah diterima tersebut diolah. Keterlibatan alat indera dalam menyerap stimulus dan saraf otak dalam mengelola informasi yang diperoleh merupakan proses secara fisik-psikologi sebagai elemen dasar dalam belajar. Pengetahuan yang telah ada sebagai hasil dan proses elemen dasar ini akan lebih berkembang ketika mereka berinteraksi dengan lingkungan sosial budaya mereka. 

Oleh karena itu, Vygotsky sangat menekankan pentingnya peran interaksi sosial bagi perkembangan belajar seseorang. Vygotsky percaya bahwa belajar dimulai ketika seorang anak dalam perkembangan zone proximal, yaitu suatu tingkat yang dicapai oleh seorang anak ketika ia melakukan perilaku sosial. Zone ini juga dapat diartikan sebagai seorang anak yang tidak dapat melalukan sesuatu sendiri tetapi memerlukan bantuan kelompok atau orang dewasa. Dalam belajar, zone proximal ini dapat dipahami pula sebagai selisih antara apa yang bisa dikerjakan seseorang dengan kelompoknya atau dengan bantuan orang dewasa. Maksimalnya perkembangan zone proximal ini tergantung pada intensifnya interaksi antara seseorang dengan lingkungan sosial. 

Dengan demikian, seorang anak “tidak sendirian” dalam menemukan dunianya sebagai bagian proses perkembangan kognitifnya. Anak dapat melakukan konservasi dan klasifikasi dengan bantuan anggota keluarga, guru, atau kelompok bermainnya. Pada umumnya bimbingan ini dikomunikasikan melalui bahasa. Bruner (1990:271) menyebut bantuan orang dewasa dalam proses belajar anak dengan istilah scaffolding, yaitu sebuah dukungan untuk belajar dan memecahkan problem. Dukungan ini dapat berupa isyarat-isyarat, peringatanperingatan, dorongan, memecahkan problem dalam beberapa tahap, memberikan contoh, atau segala sesuatu yang mendorong seorang siswa untuk tumbuh dan menjadi pelajar yang mandiri dalam memecahkan problem yang dihadapinya.
no image
Peran Pendidikan Kewarganegaraan dalam Pembangunan Karakter 
Berkowitz meragukan efektifitas dari pendidikan karakter di kalangan peserta didik di sekolah.
“It is difficult to discuss the effectiveness of character education without first considering its goals. The central goal of character education is the development of character in students. Therefore,before we address the research on effective character education, we need to consider what we mean by character and its development. Character can be defined in various ways and is indeed used I different ways in common speech. We consider someone “a character”if they act a typically. We also commonly refer to “having character”,but sometimes that character is good or bad. It is unlikely that a school that proposes a charactereducation initiative is interested in either generating a “bunch of characters” or promoting the development of “bad character” in students. What we really mean in the field when we invoke character is sociomoral competency”. (Berkowitz et. all., 2004: 73) 

Keraguan Berkowitz seperti diungkapkan di atas berangkat dari suatu pandangan bahwa karakter mempersaratkan menyatunya ucapan dan tindakan dalam kategori “baik”, yang kemudian diejawantahkan dalam relasi kehidupan sosial. Oleh karena itu bagi Berkowitz, pendidikan karakter berarti pula kompetensi sosiomoral. Secara etimologis, istilah “karakter” lebih dekat pada perspektif psikologis atau sifat kejiwaan. Karakter berkaitan langsung dengan aspek kepribadian (personality), akhlak atau budi pekerti, tabiat, watak, sifat kualitas yang membedakan seseorang dan yang lain atau kekhasan (particular quality) yang dapat menjadikan seseorang terpercaya dalam kehidupan bersama orang lain.

Karakter berkenaan dengan keseluruhan performance seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Oleh karena itu di dalam karakter ini terkandung unsur moral, sikap, sampai pada perilaku. Sulit rasanya mendeteksi seseorang memiliki karakter yang baik atau jelek, manakala karena untuk menentukan apakah seseorang memiliki akhlak atau budi belum menyaksikan dan merasakan perbuatan atau perilaku tertentu dari orang tersebut. Dalam tiga dekade terakhir, konsep “karakter” mendapat perhatian yang serius dari para ahli terutama pakar Psikologi (Cronbach, 1977; Lickona, 1992; Sparks, 1991) yang mengkhususkannya pada upaya mendefinisikan karakter untuk tujuan pendidikan hingga pembentukan warga negara yang memiliki karakter yang baik (good character). Oleh karena itu, karakter sebagai kualitas moral akan selalu terintegrasi dengan kematangan intelektual dan emosional. Menurut Cronbach (1977:53) “character, however; is evidenced in the way a person handles dilemas, especially those where his wishes run counter to the interests of other persons”. Dari definisi tersebut memang Cronbach tidak mengeksplisitkan kemampuan mengatasi dilema sebagai syarat yang menentukan kesuksesan. Namun demikian, ia mengakui bahwa keputusan yang ia pilih tergantung pada konsep (concepts), sikap (attitudes), kebutuhan (needs) dan perasaannya (feelings). Selanjutnya dalam memberikan gambaran lebih lanjut mengenai karakter, Cronbach menguraikan sebagai berikut. 

“Character is not a cumulation of separate habits and ideas. Character is an aspect of the personality. Beliefs, feelings, and actions, are linked; to change character is to reorganize the personality. Tiny lessons on principles of good conduct will not be effective if they cannot be integrated with the person’s sistem of beliefs about himself, about others, and about the good community”. (1977:57). 

Dari uraian kedua tersebut, Cronbach semakin memperjelas bahwa karakter sebagai satu aspek dan kepribadian terbentuk oleh kebiasaan (habits) dan gagasan (ideas) yang keduanya tidak dapat terpisahkan. Untuk membentuk karakter, maka unsur-unsur keyakinan (beliefs), perasaan (feelings), dan tindakan (actions) merupakan unsur-unsur yang saling terkait sehingga untuk mengubah karakter berarti melakukan reorganisasi terhadap kepribadian. Dengan kata lain, kondisi proses pendidikan untuk membangun karakter warga negara dapat berimplikasi terhadap mutu karakter warga negara. Prinsip-prinsip pembelajaran yang baik tidak mungkin berjalan efektif apabila tdak dapat dintegrasikan dengan sistem keyakinan diri sendiri, diri orang lain, dan diri masyarakat yang baik.

Bagi Cronbach (1977:59), nilai dan bentuk kehidupan yang terbaik adalah “in terms of the choices the individual makes when his actions affect the welfare of others: the person of good character generally tries to choose acts that promote the welfare of others as well as of himself”. Dalam kehidupan sehari-hari, orang seringkali dihadapkan pada sejumlah pilihan yang harus diputuskan. Ketika ia dihadapkan pada pilihan perubahan yang baik bagi sesama, maka karakter orang yang baik adalah yang berupaya untuk mendorong keselamatan orang lain dan dirinya. Sebaliknya, perilaku bersifat amoral apabila pelaku tidak menyadari atau tidak peduli dengan akibat dari tindakannya terhadap orang lain. Bayi, yang belum mempunyai pemahaman tentang konsep “baik dan buruk” adalah amoral. Seorang yang bijaksana (expedient) adalah orang yang berpusat pada dirinya namun perilakunya jauh terkendali (be controlled). Ia tahu pentingnya memperhatikan reaksi orang lain untuk mengenal lebih jauh lagi. Berbeda dengan Cronbach, adalah Lickona (1992:37) yang memandang karakter terbagi ke dalam tiga bidang yang saling terkait yakni moral knowing, moral feeling, dan moral behavior.

Oleh karena itu, karakter yang baik mengandung tiga kompetensi, yakni mengetahui hal yang baik (knowing the good), ada keinginan terhadap hal yang baik (desiring the good), dan melakukan hal yang baik (doing the good) sehingga pada gilirannya ia akan menjadi kebiasaan berpikir (habits of the mind), kebiasaan hati (habits of heart), dan kebiasaan bertindak (habits of action). Pandangan Lickona ini didasarkan atas pendapat filsuf Yunani, Aritoteles, yang menyatakan bahwa “... good character as the life of right conduct - right conduct in relation to other persons and in relation to oneself”. Secara visual, pandangan Lickona mengenai karakter dapat digambarkan sebagai berikut.

Sebuah karakter dikatakan baik, jika keseluruhan performance seseorang yang baik terdiri atas moral knowing, moral feeling, dan moral action, adalah baik. Moral knowing mencakup aspek-aspek: (1) Moral awareness, (2) Knowing moral values, (3) Perspective-taking, (4) Moral reasoning, (5) Decision-making, dan (6) Self-knowledge; Moral Feeling mencakup aspekaspek(1) Conscience, (2) Self-Esteem, (3) Emphaty, (4) Loving the good, (5) Self-control, dan (6) Humility; sedangkan Moral Action mencakup aspekaspek: (1) Competence, (2) Will, dan (3) Habit. Persoalan tentang apa itu karakter pernah mengemuka dan menjadi tema sentral dalam National Conference on Character Building. yang diselenggarakan oleh International Education Foundation bekerjasama 

dengan DEPDIKNAS, BKKBN, DEPAG, UNDP dan sejumlah LSM di Jakarta tahun 2000. Dengan fokus kajian mengkhususkan diri pada The Need for Character Education, seminar tersebut memberikan kesimpulan tentang karakter sebagai

“Character has been defined as the inner disposition conductive to right conduct. It is a person’s collection of attitudes and habits which enable and facilitate moral action. It is the foundation for all activity in the world; even,’ task and even,’ achievement bears the imprint of one’s character Moreover, as we shall see, one result of attaining good character i5 that individuals are able to love others well and become more productive citizens. Good character is thus the foundation for all human endeavors”. (National Conference on Character Building, 2000:14).

Lebih lanjut, dalam dokumen konferensi tersebut dibahas pula perbedaan pengertian antara personality dan character “Personality is unique. It varies from person to person, as do talents and general abilities. Character, on the other hand, can be shared by many people. It is composed of virtues that are universal (National Conference on Character Building, 2000:16). Dari kesimpulan seminar tersebut diperoleh gambaran bahwa personality menunjukkan kekhasan yang dimiliki oleh seseorang atau perseorangan (individual) karena aspek pembawaan atau bakat dan kemampuan umum, sedangkan istilah character menunjukkan kekhasan yang dimiliki oleh sejumlah orang termasuk kebajikan-kebajikan yang bersifat universal. Karakter yang baik berada tertanam secara baik dalam hati, yang disebut pula

 “moral head”. Secara khusus dinyatakan bahwa “head is the source of the fundamental impulse for relatedness. It is what motivates a person to yearn for the joy of loving and being loved, the satisfaction of valuing and being valued” (National Conference on Character Building, 2000:29). 

Dalam tinjaun psikologis, Berkowitz meneropongnya sebagai sesuatu yang rumit. 
“Character is the complex set of psychological characteristics that enable an individual to act as a moral agent. In other words, character is multifaceted. It is psychological. It relates to moral functioning. In the first author’s moral anatomy, seven psychological aspects of character are identified:moral action, moral values, moral personality, moral emotions, moral reasoning, moral identity and foundational characteristics”. (Berkowitz et. all., 2004: 73) 

Jika pengertian karakter menunjuk pada kekhasan suatu komunitas, maka “karakter bangsa/national character”, sangat erat kaitannya dengan masalah psikologi sosial. Beberapa ahli mendefinisikan karakter bangsa dalam konteks negara-bangsa (nation-state) sebagai salah satu unsur kekuatan nasional (national power) dalam politik antarbangsa. DeVos (1968:63) mendefinisikan karakter bangsa sebagai berikut: The term “national character” is used to describe the enduring personality characteristics and unique life style found among the populations of particular national states. Artinya, istilah karakter bangsa digunakan untuk mendeskripsikan ciri-ciri kepribadian yang tetap dan gaya hidup yang khas yang ditemui pada penduduk negara bangsa tertentu. Karena terkait dengan masalah kepribadian yang merupakan bagian dan aspek kejiwaan, maka diakui oleh DeVos bahwa dalam konteks perilaku, karakter bangsa dianggap sebagai istilah yang abstak yang terikat oleh aspek budaya dan termasuk dalam mekanisme psikologis yang menjadi karakteristik masyarakat tertentu. 

Menurut DeVos (1968:70) pula bahwa secara historis, munculnya kesadaran adanya perbedaan kebangsaan bermula di Eropa “... the differences between Danes and Swedes, between Belgians and Dutch, between Germans and Italians, or even between northern and southern Italians, northern and southern Belgians, or northern and southern Dutch”. Namun, persepsi tentang perbedaan perilaku yang menimbulkan kesan verbal yang berusaha sungguhsungguh mengkaji secara sistematis tentang persepsi perbedaan dalam konfigurasi kepribadian, baru muncul pada tahun 1940-an. Secara natural, pembangunan karakter bangsa bukanlah monopoli misi dari Pendidikan Kewarganegaraan. Setiap mata pelajaran di sekolah sesungguhnya memiliki peluang pula untuk membinakan karakter bangsa. 

Hal ini terkait dengan sisi afeksi yang merupakan bagian integral dari tujuan pembelajaran, selain khazanah keilmuan yang menjadi domain utamanya. Kerapkali sisi afeksi ini disebut dengan nurturent effect, sedangkan domain utama keilmuannya dikenal dengan instructional effect. Pada aspek nurturent effect inilah, setiap mata pelajaran dapat memainkan peran pembangunan karakter bangsa. Menurut Branson (1998:79) atas dasar pengalamannya pada pendidikan karakter di Amerika Serikat, dikatakan bahwa tugas mengembangkan pendidikan karakter dan PKn dilakukan secara bersama-sama dan bertujuan untuk mengembangkan sifat-sifat karakter pribadi dan karakter publik. Ciriciri karakter pribadi meliputi tanggung jawab moral, disiplin pribadi, dan hormat kepada orang lain dan martabat manusia. Sedangkan ciri-ciri karakter publik meliputi public-spiritedness, civility, respect for law, criticalmindedness, and a willingness to negotiate and compromise. (Branson, 1998:81). Karakter publik ini sering dinamakan pula karakter kolektif atau karakter bangsa. Lebih lanjut Branson menegaskan bahwa hasil penelitian mata pelajaran di sekolah seperti pemerintahan, kewarganegaraan, sejarah dan sastra bila diajarkan secara baik akan memberikan kerangka konseptual yang diperlukan untuk pendidikan karakter. Dalam konteks kerangka konseptual untuk terbangunnya pendidikan karakter, Berkowitz memberikan strategi sebagai berikut:

Character education has been demonstrated to be associated with academic motivation and aspirations, academic achievement, prosocial behavior, bonding to school, prosocial and democratic values,conflictresolution skills, moral-reasoning maturity,responsibility, respect, selfefficacy,self-control,self- esteem, social skills and trust in and respect for teachers”. (Berkowitz et. all., 2004: 80) 

Hal ini berarti bahwa pendidikan karakter dapat dilakukan bukan hanya melalui mata pelajaran PKn melainkan melalui mata pelajaran lain juga. Feith dan Castles (1970:58) menegaskan bahwa “it is not enough for love of nation and country to be fostered by the study of civics”. Menurut Feith dan Castles, pendidikan karakter dapat diselenggarakan juga melalui mata pelajaran lain yang mengembangkan dimensi emosional, seni, mengajarkan tentang kebebasan warisan nenek moyang, keindahan ibu pertiwi, budaya dan kesenian. Hal ini sejalan dengan pernyataan Coles (dalam Branson, 1998:92) bahwa: 

“Character is ultimately who we are expressed in action, in how we live, in what we do and so the children arounds us know, they absorb and take stock of what they observe, namely us-we adults living and doing things in a certain spirit, getting on with one another in our various ways”. 

Begitu pula dengan pendapat Bates, yang menegaskan bahwa era pendidikan modern akan selalu memperkenalkan persoalan kemauan, kebiasaan, dan lingkungan sosialnya. “The new education is everywhere recognizing the importance of the education of the will, and of leading the will to express it self in outward habits and customs” (R.C. Bates, 1998: 577). Kendatipun demikian misi pembangunan karakter bangsa yang diemban oleh Pendidikan Kewarganegaraan memiliki karakteristik sendiri yaitu diarahkan pada pembentukan persatuan nasional. Penelitian yang dilakukan oleh seorang Indonesianis Reid (2005:174) tentang national building di Indonesia dan sudut pandang sejarah kemerdekaan Indonesia, menemukan beberapa hal menarik sebagai berikut; 

“the heroic ideals of the nationalist movement, sanctified during the revolutionary struggle of the 1940s, were about national unity in opposition to dutch oppresions . The nationalists of the 1920s and 1930s, raised on colonial texbooks about the rise of Dutch power over the archipelago, already decided that the most interesting characters of that story were the “rebels” who had opposed the Dutch, and in prehistory the builders of great “empires” which most nearly coincided with that of the Dutch.” 

Dari hasil penelitian Reid tersebut tampak bahwa kaum nasionalis banyak berperan dalam membentuk persepsi bangsa terhadap kaum penjajah yang telah ditanamkan sejak beberapa dekade sebelumnya. Terjadi perbedaan pandangan antara seorang Indonesia dan Belanda tentang pejuang. Seorang pahlawan bagi bangsa Indonesia adalah seorang pemberontak bagi Belanda, dan begitu juga sebaliknya. Persoalan ini terkait dengan penanaman nilai kebangsaan pada diri masyarakat Indonesia, sehingga memiliki kecintaan yang mendalam terhadap bangsa dan negaranya. 

Dennis L (2003:111) menegaskan bahwa A government statement explains, ‘Literacy in a common language is an essential basis for education leading to national unity in the Territory. Demikian pula Crampton (2003:220) menjelaskan masalah ini bahwa symbolically and ideologically, exhibitionary spaces were important for the state in producing national subjects and fostering a nationally unified support for imperial policies. Setelah Indonesia mencapai kemerdekaan, persepsi yang tidak menguntungkan bagi penumbuhan rasa kebangsaan Indonesia secara perlahan diubah melalui berbagai upaya oleh para pendiri bangsa. Presiden Sukarno pada waktu itu mengajukan inisiatif untuk menghargai para pahlawan nasional sebagai tema revolusi. Selanjutnya dalam penilaian Reid, pada masa Orde Baru, peran pembangunan karakter bangsa, banyak mendapat campur tangan dari kalangan tentara (ABRI). Seorang sejarawan yang adalah militer, Brigadir Genderal Dr. Nugroho Notosusanto, merupakan tokoh yang banyak berperan dalam penyusunan sejarah nasional Indonesia.

 Notosusanto yakin “that history was the way to build an integral state with the army as its backbone” (Reid, 2005:176). Pada masa pemerintahan Presiden Suharto, Nugroho Notosusanto mempersiapkan sebuah kurikulum sejarah ABRI. Ia menyatakan bahwa “history is the most effective means to achieve the two (principal) goals, that is the goal of strengthening the spirit of integration in the Armed Forces, and the goal of perpetuating the precious values of the 1945 struggle. (Reid, 2005: 184). Gagasannya ini direalisasikan dalam lingkungan pendidikan dan mulai jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) ketika beliau menduduki Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1983 dengan menerapkan mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB), “History of National Struggle” pada tahun 1985. Mata pelajaran ini tidak lama bertahan dan akhirnya dihapuskan dari kurikulum sekolah sebelum jatuhnya Presiden Suharto.

2.3.4 Proses pembelajaran sebagai upaya pembinaan karakter bagi peserta didik 
Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi yang berkarakteristikkan interaksi edukatif. Yaitu komunikasi timbal balik antara guru dengan siswa dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Oleh karena itu sumber belajar yang dirancang dengan baik dalam batas tertentu akan dapat merangsang timbulnya semacam dialog internal dalam diri siswa yang belajar (Miarso, 1984:94). Dengan kata lain terjadi komunikasi bermakna antara siswa dengan sumber belajar yang dihadapinya. 

Dengan tercapainya dialog internal pada diri siswa menjadikan mereka berusaha untuk menangkap pesan dari media tersebut, sehingga telah terjadi proses pembelajaran. Media berhasil membawakan pesan sebagai sumber belajar, apabila kemudian terjadi perubahan pola fikir, tingkah laku atau sikap belajar pada diri siswa. Proses pembelajaran di tingkat sekolah dasar semakin strategis untuk melakukan kongkritisasi, mengingat kondisi psikis dan intelektual mereka masih berorientasi pada hal-hal yang konkrit. Berkaitan dengan hal tersebut, perencanaan pesan-pesan pembangunan karakter dalam proses pembelajaran sangat diperlukan. Perencanaan dimaksud disesuaikan kejiwaan anak-anak sekolah dasar. 

Perencanaan yang baik akan menghasilkan proses-proses pembelajaran yang kondusif bagi terjadinya dialog antara peserta didik dengan sumber belajar yang ada, yang pada gilirannya akan tertanam konsep-konsep pembangunan karakter dalam tingkatannya yang sangat sederhana dan konkrit. Proses pembelajaran yang berkualitas memerlukan pengembangan bahan ajar secara proporsional. Bahan ajar dalam bentuk yang sederhana dan mudah diapresiasi, di sekolah dasar sangat penting artinya bagi proses belajar mengajar. Pada anak usia sekolah dasar, bahan ajar dalam bentuk yang sederhana dan mudah diapresiasi tidak hanya menjadi sumber utama belajar setelah guru, melainkan juga efektif dalam membinakan pesan pada diri peserta didik. 

Seperti hasil penelitian Unger dan Crowford (dalam Sunarto, 2000:158), menemukan bahwa salah satu lingkungan anak-anak yang berpengaruh besar bagi pembentukan karakter dalam diri anak-anak adalah cerita-cerita dan komunikasi pesan-pesan national chararacter building yang diperoleh di lingkungan keluarga, teman bermain, sekolah, dan bacaanbacaan. Informasi tentang pembangunan karakter tersebut diterima secara verbal oral, verbal tulis, verbal audio, hingga verbal visual. Penanaman karakter pada para peserta didik merupakan proses penyesuaian kepribadian yang perlu memperhatikan bermacam-macam prinsip dasar pertumbuhan.

Satmoko (1983:216) menegaskan bahwa mekanisme penyesuaian tersebut pada dasarnya merupakan sebagian dari usaha kependidikan yang dilakukan oleh keluarga, sekolah, maupun masyarakat, serta berlangsung seumur hidup. Itulah sebabnya, perencanaan pembelajaran yang praktis, aplikabel, dan memperhatikan perkembangan dan pertumbuhan peserta didik sangat diperlukan, dalam upaya pembelajaran nilai yang membawa muatan pembangunan karakter. Buku teks mata pelajaran di sekolah dasar yang merupakan sumber informasi yang bersifat ferbal tulis dan visual, merupakan sumber yang sangat dekat dengan peserta didik. Selain jangkauan anak-anak SD untuk mengakses sumber informasi lain yang lebih kompleks sangat terbatas, pola fikir pun masih sangat sederhana sehingga belum memerlukan informasi-informasi yang rumit. 

Oleh karena itu pesan yang ada pada buku teks pelajaran SD sangat efektif dalam membentuk image anak tentang national character building. 102 Ketika seorang anak mulai akrab dengan buku-buku bacaan, ada tahapan-tahapan yang berproses dalam dirinya. Nielson (1990:37-39) mengemukakan ada tiga tahap seorang anak mengenal kegiatan berbahasa, yaitu penikmatan tidak sadar, penikmatan bacaan secara sederhana, dan tahap apresiasi penuh pada bacaan. Pada tahap pertama, anak mengetahui apa yang disukai tetapi tidak tahu mengapa menyukai hal itu. 

Misalnya ketika orang tuanya menyanyi atau bercerita untuk mereka, mereka akan menikmatinya tanpa mereka tahu mengapa tertarik nyanyian atau cerita itu. Hal ini terjadi ketika anak masih bayi terus berlanjut sampai anak memasuki sekolah dasar. Pada tahap kedua, seorang anak mulai menikmati bacaan kendatipun dengan tingkat penerimaan yang sederhana. Pada tahap ini anak akan berusaha meningkatkan kesenangannya, sehingga kerapkali banyak mengajukan pertanyaan pada orang dewasa sekitar bacaan tersebut. Tahap kedua ini terjadi biasanya pada masa akhir di sekolah dasar dan awal sekolah menengah. Sedangkan pada tahap ketiga adalah masa di mana anak-anak mulai dapat mangapresiasi bacaan secara sempurna. Pada tahap ini anak-anak sudah dapat menanggapi isi bacaan, dan sudah pula mempunyai alasan kenapa menyukai bacaan tersebut. Tahap ini terjadi pada masa-masa sekolah lanjutan tingkat atas.