1. Hakikat Keterampilan Menulis 
a. Pengertian Keterampilan Menulis 
Di sekolah dasar keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan yang ditekankan pembinaannya, disamping membaca dan berhitung. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) ditegaskan bahwa siswa sekolah dasar perlu belajar bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan peserta dalam berkomunikasi dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis. Keterampilan menulis di sekolah dasar dibedakan atas keterampilan menulis permulaan dan keterampilan menulis lanjut. Keterampilan menulis permulaan ditekankan pada kegiatan menulis dengan menjiplak, menebalkan, mencontoh, melengkapi, menyalin, dikte, melengkapi cerita, dan menyalin puisi. Sedangkan pada keterampilan menulis lanjut diarahkan pada menulis untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk percakapan, petunjuk, dan cerita. Aflah Cintya.2008. http://aflahchintya23.wordpress.com/2008/02/23/ salah satu contoh-ptk-dalambidang-bahasa. 7 191 Keterampilan menulis adalah keterampilan seseorang untuk menuangkan buah pikiran, ide, gagasan, dengan mempergunakan rangkaian bahasa tulis yang baik dan benar. Keterampilan menulis seseorang akan menjadi baik apabila dia juga memiliki: 
  • kemampuan untuk menemukan masalah yang akan ditulis,
  •  kepekaan terhadap kondisi pembaca, 
  • kemampuan menyusun perencanaan penelitian, 
  • kemampuan menggunakan bahasa Indonesia, 
  • kemampuan memulai menulis, dan 
  • kemampuan memeriksa karangan sendiri. 
Kemampuan tersebut akan berkembang apabila ditunjang dengan kegiatan membaca dan kekayaan kosa kata yang dimilikinya. Ditinjau dari cara pemerolehannya, keterampilan menulis memang berbeda dengan keterampilan menyimak dan berbicara. Keterampilan menulis tidak diperoleh secara “alamiah”, tetapi harus dipelajari dan dilatihkan dengan sungguh-sungguh (Budinuryanta dkk, 1997: 12.1). Setiap orang memperoleh satu bahasa asli tahuntahun pertama dan kehidupannya, tetapi tidak setiap orang belajar membaca dan menulis (Raimes, 1983: 4). Untuk menghasilkan tulisan yang baik, setiap penulis harus memiliki tiga keterampilan dasar dalam menulis, yaitu keterampilan berbahasa, keterampilan penyajian, dan keterampilan perwajahan. Keterampilan berbahasa mencakup keterampilan penggunaan ejaan, tanda baca, pembentukan kata, dan penggunaan kalimat efektif. Keterampilan penyajian meliputi keterampilan membentuk dan mengembangkan paragraf, merinci pokok bahasan dan sub pokok bahasan ke dalam susunan yang sistematis. Keterampilan perwajahan mencakup pengaturan topografi dan pemanfaatan sarana tulis secara efektif dan efisien (Atar Semi, 1990:2). Bertolak pada pendapat di atas dapat disimpulkan pengertian keterampilan menulis yaitu kemampuan menyusun atau mengorganisasikan gagasan serta 7 192 mengkomunikasikan gagasan tersebut kepada pembaca sehingga terjalin interaksi antara keduanya demi tercapainya suatu tujuan. 

b. Pengertian Menulis 
Menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa yang lain adalah menyimak, berbicara, dan membaca. Menurut Burhan Nurgiyantoro (1987: 27), menulis dapat dikatakan keterampilan yang paling sukar. Bila dilihat dari urutan pemerolehannya, keterampilan atau kemampuan menulis berada pada urutan terakhir setelah kemampuan mendengarkan, berbicara, dan membaca. Jika dilihat dari sudut aspek keterampilan berbahasa, menulis merupakan kegiatan yang bersifat aktif produktif. Bagi siswa usia Sekolah Dasar menulis lebih cenderung pada kemampuan daya pikir. Hal itu senada dengan Mulyati (1998: 244) menulis pada hakikatnya menyampaikan ide atau gagasan dan peran dengan menggunakan lambang grafis (tulisan). Gagasan atau pesan yang akan disampaikan bergantung pada perkembangan dan tingkatan pengetahuan serta daya nalar. Sekurang-kurangnya, ada tiga komponen yang tergabung dalam perbuatan menulis, yaitu: 
  1. penguasaan bahasa tulis, yang akan berfungsi sebagai media tulisan, meliputi: kosakata, struktur kalimat, paragraf, ejaan, pragmatik, dan sebagainya; 
  2. penguasaan isi karangan sesuai dengan topik yang akan ditulis; dan 
  3. penguasaan tentang jenis-jenis tulisan, yaitu bagaimana merangkai isi tulisan dengan menggunakan bahasa tulis sehingga membentuk sebuah komposisi yang diinginkan. Sebagai bagian dari kegiatan berbahasa, menulis berkaitan erat dengan aktivitas berpikir.
 Keduanya saling melengkapi. Costa (1985: 103) mengemukakan bahwa menulis dan berpikir merupakan dua kegiatan yang dilakukan secara bersama 193 dan berulang-ulang. Tulisan adalah wadah dan sekaligus merupakan hasil pemikiran. Melalui kegiatan menulis, penulis dapat mengkomunikasikan pikirannya. Dan melalui kegiatan berpikir, penulis dapat meningkatkan kemampuannya dalam menulis. (http://www.ralf.edu/bipa/jan 2003/efektivitas pengajaran menulis.html) diunduh tanggal 14 Januari 2009 pukul 16.00 WIB. Begitu juga pendapat Sri Harini Ekowati. Dalam pembelajaran menulis, proses penulisan perlu diperhatikan dengan melalui tahap pra penulisan, tahap penulisan dan tahap revisi. Jadi dalam kegiatan menulis proses ini perlu dicermati agar dapat menghasilkan tulisan yang baik. (Jurnal Penelitian Strategi Pembelajaran Menulis 2008: 25). The Liang Gie (2005b: 7) menyatakan bahwa buah pikiran yang dituangkan penulis dapat berupa pengalaman, pendapat, pengetahuan, dan perasaan. Hasil perwujudan bahasa tulis itu menjadi buah karya tulis yang berupa karangan apa saja termasuk di dalamnya menulis baik faktawi maupun fiksi, baik pendek yang hanya beberapa lembar maupun yang panjang sampai berjilid-jilid, baik dalam corak puisi maupun prosa. 

Menulis merupakan sebuah seni yaitu dalam menuangkan ide seorang pengarang ke dalam suatu tulisan itu bebas, sesuai dengan kreativitas dan daya seni seseorang. Kata seni mengandung arti “keahlian membuat karya yang bermutu atau kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi dan luar biasa. Menulis berarti menuangkan isi hati si penulis ke dalam bentuk tulisan, sehingga maksud hati penulis bisa diketahui banyak orang melalui tulisan yang dituliskan. Kemampuan seseorang dalam menuangkan isi hatinya ke dalam sebuah tulisan sangatlah berbeda dipengaruhi oleh latar belakang penulis. Dengan demikian mutu atau kualitas tulisan setiap penulis berbeda pula satu sama lain, tergantung dari keahlian dan daya kreativitas seseorang dalam menuangkan gagasannya menjadi 194 tulisan. (http://pelitaku-sabda-org/menulis seni mengungkapkan hati) diunduh pada tanggal 8 November 2008 pukul 16.00 WIB. Kegiatan menulis merupakan suatu keterampilan produktif dalam pembelajaran bahasa, karena kegiatan tersebut lebih banyak menekankan pada penuangan ide dan gagasan dalam bentuk kata-kata, susunan kalimat, dan menjadi suatu gagasan alenia. 

Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut. (Tarigan, 1985 : 21). Pendapat tersebut menunjukkan bahwa dengan tulisan dapat terjadi komunikasi antara penulis dan pembaca; hal ini dapat terjadi apabila penulis dan pembaca memahami lambanglambang grafik yang digunakan penulis. Siswa dapat memberikan kejelasan kepada pemakainya maka harus mampu menyusun kalimat yang serasi. Kalimat-kalimat yang terdapat dalam tulisan tersebut harus disusun secara tepat agar tercipta keserasian hubungan antar unsur dalam sebuah karangan. Hal ini terdapat dalam tulisan siswa dan bagian-bagiannya harus merupakan hubungan yang logis. Menulis dalam bentuk apapun sebenarnya melatih penulis berpikir secara teratur, tertib dan lugas. Diketahui juga ada hubungan timbal balik antara pikiran dan bahasa. Pikiran sebenarnya dapat dinyatakan sebagai suatu mental bahasa yang terdiri atas lambang-lambang atau tanda-tanda yang istimewa. Pendapat lain mengatakan bahwa pikiran dapat disejajarkan dan ditafsirkan sebagai aktivitas jiwa. Oleh karen itu, semakin teratur pikiran seseorang diharapkan semakin teratur diharapkan semakin teratur pula susunan kalimat yang dinyatakannya. Keteraturan-keteraturan memerlukan latihan berulang-ulang. 

Latihan menuntut keteraturan, keuletan, 195 kepekaan, dan kemampuan menerapkan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan. Ada syarat yang sering dilupakan karena kesederhanaannya, yaitu setiap kali selesai menulis harus disertai pertanyaan kepada diri sendiri ‘apakah tulisan saya ini dapat dibaca dan dipahami orang lain?’. Sehubungan dengan hal tersebut, sebelum tulisan dibaca oleh orang lain, sebaiknya dibaca sekali lagi. Tarigan (1992 : 4) menyatakan bahwa antar penulis dan pembaca terdapat hubungan yang sangat erat. Bila kita menuliskan sesuatu, pada prinsipnya kita ingin agar tulisan tersebut dibaca oleh orang lain. Tugas penulis adalah mengatur dan menggerakkan suatu proses yang mengakibatkan suatu perubahan tertentu dalam bayangan sang pembaca. Menulis pada hakikatnya adalah suatu proses berpikir yang teratur, sehingga apa yang ditulis mudah dipahami pembaca (Fachudin, 988 : 12). Sebuah tulisan dikatakan baik apabila memiliki ciri-ciri: (a) bermakna, (b) jelas, (c) bulat dan utuh, (d) ekonomis, dan (e) memenuhi kaidah gramatika. Pengertian-pengertian tersebut di atas tidak mempersoalkan apakah pikiran atau ide yang ditulis dapat dipahami oleh seseorang atau tidak. Padahal setiap tulisan harus mengandung makna sesuai dengan pikiran, perasaan, ide dan emosi penulis yang disampaikan kepada pembaca untuk dipahami tepat seperti yang dimaksud penulis Widyamartaya (1990: 9) berpendapat bahwa menulis adalah keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang dalam mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca seperti yang dimaksud oleh pengarang. 

Sementara itu Burhan Nurgianto (1988 : 271) berpendapat, agar komunikasi lewat lambang tulis dapat dicapai seperti yang diharapkan penulis, hendaknya menuangkan ide atau gagasannya ke dalam bahasa yang tepat dan teratur serta lengkap, dengan 196 demikian bahasa yang dipergunakan dalam menulis dapat menggambarkan suasana hati atau pikiran penulis, sehingga dengan bahasa tulis seseorang akan dapat menuangkan isi hati dan pikiran. Dalam menulis seorang dituntut mampu menerapkan sejumlah keterampilan sekaligus. Sebelum menulis perlu membuat perencanaan, misalnya, menyeleksi topik, menata, dan mengorganisasikan gagasan, serta mempertimbangkan bentuk tulisan sesuai dengan calon pembacanya. Pada saat menungkan ide, penulis perlu menyajikannya secara teratur. Begitu juga penggunaan aspek kebahasaan seperti bentukan kata, diksi, dan kalimat perlu disusun secara efektif. Penerapan ejaan dan tanda baca perlu dilakukan secara tepat dan fungsional. Sejumlah keterampilan tersebut menjadi bukti betapa kompleksnya keterampilan menulis (http://aflahchintya23.wordpress.com/2008/ 02/23/salah-satu-contoh-ptk-dalambidang-bahasa/ ). Menurut Lado (1979: 143) adalah menurunkan atau menuliskan lambanglambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membacanya jika dia memahami bahwa atau gambaran grafik tersebut. 

Pendapat lain mengatakan bahwa menulis merupakan kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan atau menyampaikannya melalui bahasa tulis (Widyamartaya, 1990: 9). Pujiati dan Rahmina (1997: 1) berpendapat menulis merupakan kegiatan menyusun atau mengorganisasikan buah pikiran, ide, atau gagasan dengan menggunakan rangkaian kalimat yang logis dan terpadu dalam bahasa tulis. 197 The Liang Gie (1992: 17) mamberi batasan, mengarang adalah keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami. Menulis dan membaca berkaitan dengan ekspresi bahasa yang menggunakan media visual, dan termasuk keterampilan aktif atau produktif (Widdowson: 1978: 57). Berbeda dengan kegiatan berbicara dan mendengarkan yang termasuk kegiatan resiprokal, menulis dan membaca secara umum tergolong kegiatan nonresiprokal. Memang ada kegiatan menulis dan membaca yang mirip kegiatan berbicara dan mendengarkan seperti korespondensi, tetapi interaksi yang terjadi sangat berbeda dan dalam kurun waktu yang tidak bersamaan. 

Dalam hal ini Widdowson mengatakan, “In most written discourse, however, this interrelationship does not exist: reading and writing are not typically reciprocal activities in the same way as are saying and listening.” (Widdowson, 1978: 61). Kegiatan menulis adalah kegiatan berkomunikasi. Menurut Imam Syafi’ie (1993: 57) komponen pertama adalah pihak-pihak yang berperan sebagai pengirim pesan (penulis) dan penerima pesan (pembaca). Komponen ketiga adalah media penyampai komunikasi (bahasa). Komponen berikutnya adalah saluran, yang dapat berupa surat, artikel, makalah, buku, dan sebagainya. Senada dengan Imam Syafi’ie adalah pendapat (Sopa, 2005) yang dikutip oleh Pangesti Wiedarti (2005: 136) menyatakan menulis adalah cara seseorang berkomunikasi. Melalui tulisan seseorang berusaha menyampaikan gagasan, ide, pendapat, dan informasi kepada orang lain. Pandangan lain tentang menulis juga dikemukakan oleh Brown. Menurut Brown (2001: 335) menulis adalah gambaran grafis dari bahasa lisan, dan bahasa tertulis sama saja dengan bahasa lisan, satu-satunya perbedaan terletak pada lambang 198 grafis daripada isyarat lain. Imam Syafi’ie (1993: 52-53) menyebutkan tulisan adalah simbol-simbol atau gambar bunyi-bunyi bahasa yang bersifat visual. Keterampilan menulis adalah kemampuan menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tulis. Jika dibaca dengan seksama pendapat di atas dapat diketahui bahwa ada dua hal pokok yang terdapat dalam kegiatan menulis, yaitu 
  1. gagasan yang dikemukakan penulis dan 
  2. bahasa yang digunakan sebagai media untuk mengungkapkan gagasan tersebut. 
Pada hakikatnya menulis adalah mengkomunikasikan “apa” dan “bagaimana” pikiran penulis. Hal pertama bertalian dengan substansi persoalan atau gagasan yang dikemukakan; sedangkan hal kedua bertalian dengan bahasa yang digunakan untuk menyampaikan gagasan. Kemampuan menulis atau mengarang pada hakikatnya merupakan bentuk komunikasi dari pengarang kepada pembaca agar dapat berkomunikasi dengan baik, seorang penulis harus memiliki beberapa kemampuan, satu diantaranya adalah kemampuan linguistik (atau kemampuan gramatikal) yaitu pengetahuan mengenai kaidah-kaidah kebahasaan (Jurnal Pendidikan Bahasa dan Seni 2005: 51). Menulis tidak selalu mudah. Dalam menulis, orang tidak dapat menggunakan bahasa atau gerak tubuh, intonasi, nada, kontak mata dan semua ciri lain yang dapat membantu orang menangkap makna seperti dalam bercakap-cakap. 

Dalam kutipan ini Scott dan ytreberg antara lain menyatakan, “You can’t make the same use of body language, intonation, tone, eye contact and all the other features which help you to convey meaning when you talk,” (Scott and Ytreberg, 1990: 68). Ann Raimes juga mengemukakan, berbicara (Bahasa lisan) memiliki variasi dialek, suara (nada, tekanan, dan irama) dan gerakan tubuh (gesture dan ekspresi wajah), jeda dan intonasi, serta pendengarannya ada di tempat pembicara sehingga dapat memberi 199 respon secara langsung; sedangkan menulis pada umumnya menggunakan bentukbentuk standar (tata bahasa, sintaksis, kosa kata), menyandarkan pada kata-kata di atas kertas, dan mengandalkan pungtuasi dan pembaca tidak di tempat sehingga tidak ada respon secara langsung (Raimes, 1983: 4-5). Tanpa meremehkan tiga keterampilan berbahasa yang lain, menulis merupakan keterampilan berbasaha yang paling penting dan sulit dikuasai, pendapat itu dikemukakan oleh Ari Kusmiatun, yang dikutip Pangesti Wiedarti (2005:133). Menulis tidak semudah membaca. Untuk memperoleh keterampilan menulis, diperlukan suatu proses yang berupa pembelajaran dan pelatihan menulis. 

Pembelajaran dan pelatihan menulis guna mengatasi kesulitan menulis. Kesulitan menulis yang dihadapi, yaitu kesulitan menemukan topik, kesulitan mencari atau menemukan bahan penulisan, kesulitan menyusun kalimat efektif, kesulitan menyusun paragraf yang baik, dan kurang menguasai tata cara menulis (Pangesti Wiedarti, 2005: 20-28). Berbeda dengan pendapat di atas, Arswendo Atmowiloto (2004: vii) menyatakan mengarang itu gampang, karena bisa dipelajari. Semua bisa mempelajarinya asal bisa baca dan tulis dan mempunyai minat terus menerus yang tak mudah patah. Membangun komunitas tulis menurut Sudartomo M, yang dikutip oleh Pangesti Wiedarti (2005: 9-12) adalah dengan mengajak anak untuk menuliskan fenomena yang dekat dengan anak termasuk pengalamannya sendiri yang pasti dikuasai. Pengalaman ini dituangkan ke dalam bentuk puisi atau surat. Isi surat berupa pengalaman yang dialami oleh anak masing-masing. Pengalaman yang menyenangkan, mengesalkan, menakutkan, atau menyedihkan. Selain itu, anak diajak menulis buku harian, dan korespondensi. 200 Orang menulis mempunyai maksud dan tujuan yang bermacam-macam, misalnya memberitahukan atau mengajar, meyakinkan atau mendesak, menghibur atau menyenangkan, dan mengutarakan atau mengekspresikan maksud emosi (Tarigan, 1986: 23). 


Meskipun tujuan menulis sangat beragam, Heart dan Reinking berpendapat, tujuan umum menulis hanya ada dua yaitu menginformasikan (to inform) dan meyakinkan (to persuaea). Akan tetapi mereka berpendapat, setiap tulisan tentu mempunyai sebuah tujuan yang lebih spesifik. Mereka menyatakan , “ ... each written work must have a more specific purpose,” (Heart dan Reinking, 1986: 3). The Liang Gie juga berpendapat bahwa tujuan orang mengarang pada dasarnya ada dua tipe, akan tetapi pendapat The Liang Gie berbeda dengan pendapat Heart dan Reinking tersebut, karena menurutnya dua tipe tujuan mengarang itu adalah (1) memberi informasi, memberikan sesuatu, dan (2) memberi hiburan , menggerakkan hati (The Liang Gie, 1992: 24). Tulisan bermanfaat untuk mempengaruhi orang, sebagai sarana berbagi pengalaman, mampu membebaskan dari penderitaan, dapat menggulingkan sebuah rezim, mencegah perang, membangkitkan semangat hidup, menyelamatkan nyawa, dapat mengasah otak, dan dapat mendatangkan rezeki. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian menulis adalah kegiatan mengungkapkan ide atau gagasan dengan bahasa tulis. Sedangkan pengertian keterampilan menulis, yaitu kemampuan menyusun atau mengorganisasikan gagasan serta mengkomunikasikan gagasan tersebut kepada pembaca sehingga terjalin interaksi antara keduanya demi tercapainya suatu tujuan. c. Jenis-Jenis Tulisan 201 Menurut Gie (2002: 25-30) dalam Pangesti Wiedarti (2005: 20) tulisan dapat digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan kriteria tertentu. Berdasarkan bentuknya, tulisan dapat digolongkan menjadi: cerita (narasi), lukisan (deskripsi), paparan (eksposisi) dan bincangan (argumentasi). Menurut ragamnya, tulisan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tulisan faktawi (faktual) dan tulisan khayali. 

Tulisan faktawi adalah tulisan yang bertujuan memberi informasi, memberitahukan sesuatu sesuai dengan fakta senyatanya, sedangkan tulisan khayali adalah tulisan yang bertujuan memberi hiburan, menggugah hati pembaca, dan merupakan rekaan dari pengarang. Selanjutnya, berdasarkan pengetahuan atas tujuan penulis, dapat diketahui bentuk tulisan dari sebuah naskah (tulisan). Pada umumnya, tulisan dapat dikelompokkan atas empat macam bentuk, yaitu narasi, deskripsi, eksposisi dan argumentasi. Bentuk tulisan narasi dipilih jika penulis ingin bercerita kepada pembaca. Narasi biasanya ditulis berdasarkan rekaan atau imajinasi. Akan tetapi, narasi dapat juga ditulis berdasarkan pengamatan atau wawancara. Narasi pada umumnya merupakan himpunan peristiwa yang disusun berdasarkan urutan waktu atau urutan kejadian. Dalam tulisan narasi, selalu ada tokoh-tokoh yang terlibat dalam suatu atau berbagai peristiwa. 

Bentuk tulisan deskripsi dipilih jika penulis ingin menggambarkan bentuk, sifat, rasa, corak, dari hal yang diamatinya. Deskripsi juga dilakukan untuk melukiskan perasan, seperti bahagia, takut, sepi, sedih dan sebagainya. Penggambaran itu mengandalkan panca indera dalam proses penguraiannya. Deskripsi yang baik harus didasarkan pada pengamatan yang cermat dan penyusunan yang tepat. Tujuan deskripsi adalah membentuk, melalui ungkapan bahasa, imajinasi 202 pembaca agar dapat membayangkan suasana, orang, peristiwa, dan agar mereka dapat memahami suatu sensasi atau emosi. Pada umumnya, deskripsi jarang berdiri sendiri. Bentuk tulisan tersebut selalu menjadi bagian dalam bentuk tulisan lainnya. Bentuk tulisan eksposisi dipilih jika penulis ingin memberikan informasi, penjelasan, keterangan atau pemahaman. Berita merupakan bentuk tulisan eksposisi karena memberikan informasi. Tulisan dalam majalah juga merupakan eksposisi. Buku teks merupakan bentuk eksposisi. Pada dasarnya, eksposisi berusaha menjelaskan suatu prosedur atau proses, memberikan definisi, menerangkan, menjelaskan, menafsirkan gagasan, menerangkan bagan atau tabel, mengulas sesuatu. Tulisan eksposisi sering ditemukan bersama-sama dengan bentuk tulisan deskripsi. Laras yang termasuk dalam bentuk tulisan eksposisi adalah buku resep, buku-buku pelajaran, buku teks, dan majalah. Tulisan bentuk argumentasi bertujuan meyakinkan orang, membuktikan pendapat atau pendirian pribadi, atau membujuk pembaca agar pendapat pribadi penulis dapat diterima. Bentuk tulisan tersebut erat kaitannya dengan eksposisi dan ditunjang oleh deskripsi. Bentuk argumentasi dikembangkan untuk memberikan penjelasan dan fakta-fakta yang tepat sebagai alasan untuk menunjang kalimat topik. Salisbury mengelompokkan tulisan ke dalam dua kelompok, yaitu 
  • bentukbentuk objektif, yang mencakup penjelasan yang terperinci mengenai proses, batasan, laporan dan dokumen dan 
  • bentuk-bentuk subjektif yang mencakup otobiografi, surat-surat, penilaian pribadi, esai, informal, potret/gambaran, dan satire (Tarigan, 1986: 26-27). 
Weaver dan Moris et al. Membuat klasifikasi yang hampir sama. Weaver (dalam Tarigan, 1986: 27) mengklasifikasikan tulisan dalam empat jenis yaitu 
  • eksposisi, 
  • deskripsi, 
  • narasi, dan 
  • argumentasi. 
Demikian juga Moris et al 203 (dalam Tarigan 1986: 27-28) juga membagi tulisan dalam empat jenis yaitu 
  • eksposisi, 
  • argumentasi, 
  • deskripsi, dan 
  • narasi. 
Klasifikasi tulisan Brooks dan Warren juga ada empat jenis tetapi berbeda dengan Weaver dan Moris. Brooks dan Warren mengklasifikasikan tulisan ke dalam;
  • eksposisi, 
  • persuasi,
  • argumen, dan 
  • deskripsi (Tarigan, 1986: 28). 
Gorys Keraf (1994: 1) menyebutkan ragam komposisi atau bentuk-bentuk wacana meliputi eksposisi, argumentasi, deskripsi, dan narasi. Atar Semi (1990: 32) berpendapat demikian pula hanya berbeda urutannya, yakni narasi, eksposisi, deskripsi,dan argumentasi. Adelstain dan Pival membuat klasifikasi tulisan yang berbeda. Mereka membuat klasifikasi tulisan berdasarkan nada (voice). Berdasarkan nada terdapat enam jenis tulisan yakni 
  1. tulisan bermakna akrab, 
  2. tulisan bernada informatif, 
  3. tulisan bernada menjelaskan, 
  4. tulisan bernada argumentatif, 
  5. tulisan bernada mengkritik, dan 
  6. tulisan bernada otoritatif (Tarigan 1986: 28-29). 
Jika dibaca dengan seksama beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa ada dua hal pokok yang terdapat dalam kegiatan menulis yaitu (1) gagasan yang dikemukakan penulis dan (2) bahasa yang digunakan sebagai media untuk mengungkapkan gagasan tersebut. 
d. Pembelajaran Menulis Flower dan Hayes (lewat Tompkins, 1990: 71) mengembangkan model proses dalam menulis. Proses menulis dapat dideskripsikan sebagai proses pemecahan masalah yang kompleks, yang mengandung tiga elemen, yaitu lingkungan tugas, memori jangka panjang penulis, dan proses menulis. Pertama, lingkungan tugas adalah tugas yang penulis kerjakan dalam menulis. Kedua, memori jangka panjang penulis adalah pengetahuan mengenai topik, pembaca, dan cara menulis. Ketiga, 204 proses menulis meliputi tiga kegiatan, yaitu: 
  1. merencanakan (menentukan tujuan untuk mengarahkan tulisan), 
  2. mewujudkan (menulis sesuai dengan rencana yang sudah dibuat), dan
  3.  merevisi (mengevaluasi dan merevisi tulisan). 
Ketiga kegiatan tersebut tidak merupakan tahap-tahap yang linear, karena penulis terus menerus memantau tulisannya dan bergerak maju mundur (Zuchdi, 1997: 6). Peninjauan kembali tulisan yang telah dihasilkan ini dapat dianggap sebagai komponen keempat dalam proses menulis. Hal inilah yang membantu penulis dapat mengungkapkan gagasan secara logis dan sistematis, tidak mengandung bagianbagian yang kontradktif. Dengan kata lain, konsistensi (keajegan) isi gagasan dapat terjaga. Berkaitan dengan tahap-tahap proses menulis. (Tompkins 1990, 73) menyajikan lima tahap, yaitu: (
  • pramenulis, 
  • pembuatan draff, 
  • merevisi, 
  • menyunting, dan 
  • berbagi (sharing). 
Tompkins juga menekankan bahwa tahaptahap menulis ini tidak merupakan kegiatan yang linear. Proses menulis bersifat nonlinier, artinya merupakan putaran berulang. Misalnya, setelah selesai menyunting tulisannya, penulis mungkin ingin meninjau kembali kesesuaiannya dengan kerangka tulisan atau draff awalnya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada setiap tahap itu dapat dirinci lagi. Dengan demikian, tergambar secara menyeluruh proses menulis, mulai awal sampai akhir menulis seperti berikut. 
1. Tahap Pramenulis Pada tahap pramenulis, pembelajar melakukan kegiatan sebagai berikut: 
  • Menulis topik berdasarkan pengalaman sendiri. 
  • Melakukan kegiatan-kegiatan latihan sebelum menulis. 
  • Mengidentifikasi pembaca tulisan yang akan mereka tulis. 
  • Mengidentifikasi tujuan kegiatan menulis. 205
  • Memilih bentuk tulisan yang tepat berdasarkan pembaca dan tujuan yang telah mereka tentukan. 
2. Tahap Membuat Draff Kegiatan yang dilakukan oleh pembelajar pada tahap ini adalah sebagai berikut : 
  • Membuat draff kasar. 
  • Lebih menekankan isi daripada tata tulis. 
3. Tahap Merevisi 
Yang perlu dilakukan oleh pembelajar pada tahap merevisi tulisan ini adalah sebagai berikut : 
  • Berbagai tulisan dengan teman-teman (kelompok). 
  • Berpartisipasi secara konstruktif dalam diskusi tentang tulisan teman-teman sekelompok atau sekelas. 
  • Mengubah tulisan mereka dengan memperhatikan reaksi dan komentar baik dari pengajar maupun teman. 
  • Membuat perubahan yang substantif pada draff pertama dan draff berikutnya, sehingga menghasilkan draff akhir. 
4. Tahap Menyunting 
Pada tahap menyunting, hal-hal yang perlu dilakukan oleh pembelajar adalah sebagai berikut : a. Membetulkan kesalahan bahasa tulisan mereka sendiri. b. Membantu membetulkan kesalahan bahasa dan tata tulis tulisan mereka sekelas/sekelompok. c. Mengoreksi kembali kesalahan-kesalahan tata tulis tulisan mereka sendiri. 206 Dalam kegiatan penyuntingan ini, sekurang-kurangnya ada dua tahap yang harus dilakukan. Pertama, penyuntingan tulisan untuk kejesalan penyajian. Kedua, penyuntingan bahasa dalam tulisan agar sesuai dengan sasarannya (Rifai, 1997: 105- 106). Penyuntingan tahap pertama akan berkaitan dengan masalah komunikasi. Tulisan diolah agar isinya dapat dengan jelas diterima oleh pembaca. Pada tahap ini, seringkali penyunting harus mereorganisasi tulisan karena penyajiannya dianggap kurang efektif. Ada kalanya, penyunting terpaksa membuang beberapa paragraf atau sebaliknya, harus menambahkan beberapa kalimat, bahkan beberapa paragraf untuk memperlancar hubungan gagasan. Dalam melakukan penyuntingan pada tahap ini, penyunting sebaiknya berkonsultasi dan berkomunikasi dengan penulis. Pada tahap ini, penyunting harus luwes dan pandai-pandai menjelaskan perubahan yang disarankannya kepada penulis karena hal ini sangat peka. 

Hal-hal yang berkaitan dengan penyuntingan tahap ini adalah kerangka tulisan, pengembangan tulisan, penyusunan paragraf, dan kalimat. Kerangka tulisan merupakan ringkasan sebuah tulisan. Melalui kerangka tulisan, penyunting dapat melihat gagasan, tujuan, wujud, dan sudut pandang penulis. Dalam bentuknya yang ringkas itulah, tulisan dapat diteliti, dianalisis, dan dipertimbangkan secara menyeluruh, dan tidak secara lepas-lepas (Keraf, 1989: 134). Penyunting dapat memperoleh keutuhan sebuah tulisan dengan cara mengkaji daftar isi tulisan dan bagian pendahuluan. Jika ada, misalnya, dalam tulisan ilmiah atau ilmiah populer, sebaiknya bagian simpulan pun dibaca. Dengan demikian, penyunting akan memperoleh gambaran awal mengenai sebuah tulisan dan tujuannya. Gambaran itu. Kemudian diperkuat dengan membaca secara keseluruhan isi tulisan. Jika tulisan merupakan karya fiksi, misalnya, penyunting langsung membaca keseluruhan karya 207 tersebut. Pada saat itulah, biasanya penyunting sudah dapat menandai bagian-bagian yang perlu disesuaikan. Berdasarkan kerangka tulisan tersebut dapat diketahui tujuan penulis. Selanjutnya, berdasarkan pengetahuan atas tujuan penulis, dapat diketahui bentuk tulisan dari sebuah naskah (tulisan). Pada umumnya, tulisan dapat dikelompokkan atas empat macam bentuk, yaitu narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi. 

Bentuk tulisan narasi dipilih jika penulis ingin bercerita kepada pembaca. Narasi biasanya ditulis berdasarkan pengamatan atau wawancara. Narasi pada umumnya merupakan himpunan peristiwa yang disusun berdasarkan urutan waktu atau urutan kejadian. Dalam tulisan narasi, selalu ada tokoh-tokoh yang terlibat dalam suatu atau berbagai peristiwa. Bentuk tulisan deskripsi dipilih jika penulis ingin menggambarkan bentuk, sirat, rasa, corak dari hal yang diamatinya. Deskripsi juga dilakukan untuk melukiskan perasaan, seperti bahagia, takut, sepi, sedih, dan sebagainya. Penggambaran itu mengandalkan pancaindera dalam proses penguraiannya. Deskripsi yang baik harus didasarkan pada pengamatan yang cermat dan penyusunan yang tepat. Tujuan deskripsi adalah membentuk, melalui ungkapan bahasa, imajinasi pembaca agar dapat membayangkan suasana, orang, peristiwa, dan agar mereka dapat memahami suatu sensasi atau emosi. Pada umumnya, deskripsi jarang berdiri sendiri. Bentuk tulisan tersebut selalu menjadi bagian dalam bentuk tulisan lainnya. Bentuk tulisan eskposisi dipilih jika penulis ingin memberikan informasi, penjelasan, keterangan atau pemahaman. Berita merupakan bentuk tulisan eksposisi karena memberikan informasi. Tulisan dalam majalah juga merupakan eksposisi. Buku teks merupakan bentuk eksposisi. Pada dasarnya, eksposisi berusaha menjelaskan suatu prosedur atau proses, memberikan definisi, menerangkan, 208 menjelaskan, menafsirkan gagasan, menerangkan bagan atau tabel, mengulas sesuatu. 

Tulisan eksposisi sering ditemukan bersama-sama dengan bentuk tulisan deskripsi. Laras yang termasuk dalam bentuk tulisan eksposisi adalah buku resep, buku-buku pelajaran, buku teks, dan majalah. Bentuk tulisan argumentasi bertujuan meyakinkan orang, membuktikan pendapat atau pendirian pribadi, atau membujuk pembaca agar pendapat pribadi penulis dapat diterima. Bentuk tulisan tersebut erat kaitannya dengan eksposisi dan ditunjang oleh deskripsi. Bentuk argumentasi dikembangkan untuk memberikan penjelasan dan fakta-fakta yang tepat sebagai alasan untuk menunjang kalimat topik. Kalimat topik, biasanya merupakan sebuah pernyataan untuk meyakinkan atau membujuk pembaca. Dalam sebuah majalah atau surat kabar, misalnya, argumentasi ditemui dalam kolom opini/ wacana/ gagasan/ pendapat. Kendatipun keempat bentuk tulisan tersebut memiliki ciri masing-masing, mereka tidak secara ketat terpisah satu sama lain. Dalam sebuah kolom, misalnya, dapat ditemukan berbagai bentuk tulisan tersebut tersebar di dalam paragraf yang membangun kerangka tersebut. Oleh karena itu, penyunting befungsi untuk mempertajam dan memperkuat pembagian paragraf. Pembagian paragraf terdriri atas paragraf pembuka, paragraf penghubung atau isi, dan paragraf penutup seringkali tidak diketahui oleh penulis. Masih sering ditemukan tulisan yang sulit dipahami karena pemisah bagian-bagian atau pokok-pokoknya tidak jelas. Pemeriksaan atas kalimat merupakan penyuntingan tahap pertama juga. 

Pada ini pun, sebaiknya penyunting berkonsultasi dengan penulis. Penyunting harus memiliki pengetahuan bahasa yang memadai. Dengan demikian, penyunting dapat menjelaskan dengan baik kesalahan kalimat yang dilakukan oleh penulis. Untuk itu, penyunting kalimat harus menguasai persyaratan yang tercakup dalam kalimat yang 209 efektif. Kalimat efektif adalah kalimat yang secara jitu atau tepat mewakili gagagan atau perasaan penulis. Untuk dapat membuat kalimat yang efektif, ada tujuh hal yang harus diperhatikan, yaitu kesatuan gagasan, kepaduan, penalaran, kehematan atau ekonomisasi bahasa, penekanan, kesejajaran, dan variasi. Penyuntingan tahap kedua berkaitan dengan masalah yang lebih terperinci, lebih khusus. Dalam hal ini, penyunting berhubungan dengan masalah kaidah bahasa, yang mencakup perbaikan dalam kalimat, pilihan kata (diksi), tanda baca, dan ejaan. Pada saat penyunting memperbaiki kalimat dan pilihan kata dalam tulisan, ia dapat berkonsultasi dengan penulis atau langsung memperbaikinya. Hal ini tergantung pada keluasan permasalahan yang harus diperbaiki. Sebaliknya, masalah perbaikan dalam tanda baca dan ejaan dapat langsung dikerjakan oleh penyunting tanpa memberitahukan penulis. Perbaikan dalam tahap ini bersifat kecil, namun sangat mendasar. 

5. Tahap Berbagi 
Tahap terakhir dalam proses menulis adalah berbagi (sharing) atau publikasi. Pada tahap ini, pembelajar :
  •  Mempublikasikan (memajang) tulisan mereka dalam bentuk tulisan yang sesuai, atau 
  • Berbagi tulisan yang dihasilkan dengan pembaca yang telah mereka tentukan. 
Dari tahap-tahap pembelajaran menulis dengan pendekatan/model proses sebagaimana dijabarkan di atas dapat dipahami betapa banyak dan bervariasi kegiatan pembelajar dalam proses menulis. Keterlibatannya dalam berbagai kegiatan tersebut sudah barang tentu merupakan pelajaran yang sangat berharga guna mengembangkan keterampilan menulis. Kesulitan-kesulitan yang dialami oleh pembelajar pada setiap tahap, upaya-upaya mengatasi kesulitan tersebut, dan hasil terbaik yang dicapai oleh 210 para pembelajar membuat mereka lebih tekun dan tidak mudah menyerah dalam mencapai hasil yang terbaik dalam mengembangkan keterampilan menulis.
Axact

Axact

Vestibulum bibendum felis sit amet dolor auctor molestie. In dignissim eget nibh id dapibus. Fusce et suscipit orci. Aliquam sit amet urna lorem. Duis eu imperdiet nunc, non imperdiet libero.

Post A Comment:

0 comments: