Fungsi Pajak
Fungsi pajak tidak terlepas dari tujuan pajak, sementara tujuan pajak tidak terlepas dari tujuan negara. Dengan demikian, tujuan pajak itu harus diselaraskan dengan tujuan negara yang menjadi landasan tujuan pemerintah. Tujuan pemerintah baik tujuan pajak maupun tujuan negara semua berakar pada tujuan masyarakat. Tujuan masyarakat inilah yang menjadi falsafah bangsa dan negara. Oleh karena itu tujuan dan fungsi pajak tidak terlepas dari tujuan dan fungsi negara yang mendasarinya.
Berdasarkan pengertian-pengertian dan ciri-ciri yang dijelaskan, terlihat pemerintah yang memungut pajak semata-mata hanya untuk mengisi kas negara. Namun tidak demikian, karena pemungutan pajak mempunyai fungsi yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regulerend (mengatur).
1. Fungsi budgetair (sumber keuangan negara)
Pengertian Fungsi budgetair menurut Siti Resmi adalah sebagai berikut :
“Pajak mepunyai fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah satu penerimaan untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan, sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara.”(2003:2)
Sedangkan pengertian fungsi budgetair menurut Mardiasmo adalah sebagai berikut: “Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.” (2001:2)
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pajak sebagai salah satu sumber penerimaan negara dengan mengukur sampai sejauh mana kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara.
2. Fungsi regulerend (mengatur)
Pengertian Fungsi regulerend menurut Siti Resmi adalah sebagai berikut:
Fungsi regulerend yaitu fungsi yang digunakan sebagai alat untuk mengatur masyarakat, baik dibidang ekonomi, sosial maupun politik dengan tujuan tertentu.”(2003:3)
Sedangkan pengertian fungsi regulerend menurut Mardiasmo adalah sebagai berikut :
“Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contoh :
- Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras.
- Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.
- Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk Indonesia dipasaran dunia”.(2001:2)
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur dan mengarahkan masyarakat ke arah yang dikehendaki oleh pemerintah. Oleh karena itu fungsi mengatur sangat erat hubungannya dengan pemerintah untuk mengatur penerimaan pajaknya agar dapat digunakan secara efisien untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat.
2.1.1.3 Subjek dan Objek Pajak
Berikut ini akan dijelaskan siapa yang menjadi subjek pajak dan apa yang menjadi objek pajak.
1. Subjek Pajak
Subjek pajak diartikan sebagai orang yang ditunjuk oleh Undang-undang untuk dikenakan pajak. Pengertian subjek pajak menurut Waluyo sebagai berikut:
“Subjek pemungutan pajak, yaitu:
a. Orang Pribadi
Orang Pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia maupun diluar Indonesia.
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
Menggantikan yang berhak warisan yang belum terbagi dimaksud merupakan subjek pajak pengganti menggantikan mereka yang berhak yaitu sebagai ahli waris.
c. Badan
Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi PT,CV, Perseroan lainnya, serta BUMS dan bentuk usaha apapun.
d. Bentuk Usaha Tetap
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada diluar Indonesia tidak lebih 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat dari kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia”.(2007:57)
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa subjek pajak merupakan sebuah satuan dari masyarakat yang terdiri dari orang pribadi, warisan yang belum terbagi, badan, serta bentuk usaha tetap yang ada.
2. Objek Pajak
Objek pajak dapat diartikan sebagai sasaran pengenaan pajak dan dasar untuk menghitung pajak terutang. Pengertian objek Menurut Waluyo adalah sebagai berikut ini:
“Objek pemungutan pajak, yaitu:
- Penghasilan;
- Laba usaha;
- Hadiah dari undian atau pekerjaan;
- Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta; dan
- Deviden”.(2007:66)
Berdasarkan teori diatas disebutkan bahwa objek pajak merupakan sasaran pengenaan pajak dan dasar untuk menghitung pajak terutang, yang berupa penghasilan, laba usaha, hadiah dari undian, keuntungan karena penjualan, serta deviden.
Syarat Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah tidak semata-mata untuk keperluan pemerintah disatu pihak, tetapi demi kepentingan rakyat banyak karena pajak merupakan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah tanpa adanya kontra prestasi langsung kepada masyarakat secara individual dan tidak memandang jumlah yang diberikan masyarakat kepada pemerintah.
Pungutan pajak yang dilakukan pemerintah, dilaksanakan sedemikian rupa agar tidak merugikan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan syarat-syarat yang khusus untuk melakukannya agar seimbang antara masyarakat dan pemerintah sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
Adapun syarat-syarat pemungutan pajak menurut Mardiasmo adalah sebagai berikut :
“Asas pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungut pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Pemungut pajak harus adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara unun dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)
Di Indonesia pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.
3. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan sederhana harus memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru”.(2001:2)
Sedangkan syarat-syarat pemungutan pajak menurut Erly Suandy adalah sebagai berikut :
“Syarat-syarat pemungutan pajak :
1. Equality
Pembebanan pajak diantara subjek pajak hendaknya seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya dibawah perlindungan pemerintah. Dalam hal equality ini tidak diperbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi diantara sesama Wajib Pajak. Dalam keadaan yang sama Wajib Pajak harus diperlakukan sama dan dalam keadaan berbeda Wajib Pajak harus dilakukan berbeda.
2. Certainty
Pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi (not arbitrary). Dalam syarat ini kepastian hukum yang diutamakan adalah mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan ketentuan mengenai pembayarannya.
3. Convenience Of Payment
Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi Wajib Pajak, yaitu saat sedekat-dekatnya dengan saat diterimanya penghasilan/keuntungan yang dikenakan pajak.
4. Economic Of Collections
Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat mungkin, jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri. Karena tidak ada artinya pemungutan pajak kalau biaya yang dikeluarkan lebih besar dari penerimaan pajak yang akan diperoleh”.(2000:19)
Berdasrkan kedua pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pemungutan pajak haruslah memenuhi syarat yang telah ditetapkan agar dapat tercapai suatu hal yang berkesinambungan antara Wajib Pajak dan penagih pajak serta untuk menghindari hambatan dan perlawanan dari Wajib Pajak, karena Wajib Pajak merasa dirugikan oleh fiskus.
2.1.1.5 Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak menurut Siti Resmi adalah sebagai berikut :
“Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu official assesment system, self assesment system, with holding system, yaitu:
- Official Assesment Sysem adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku.
- Self Assesment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan Wajib Pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk :
- Menghitung sendiri pajak yang terutang;
- Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang;
- Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang;
- Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang; dan
- Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang.
3. With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakkan yang berlaku”.(2003:10)
Berdasarkan teori diatas dapat ditentukan bahwa sistem pemungutan pajak yang digunakan oleh negara Indonesia adalah sistem pemungutan pajak self assesment system dimana Wajib Pajak diberikan kewajiban sendiri untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutangnya kepada Kantor Pelayanan Pajak.
Post A Comment:
0 comments: