Pengertian Pajak
Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara sangat perlu ditingkatkan sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian. Peningkatan kesadaran masyarakat dibidang perpajakan harus ditunjang dengan iklim yang mendukung peningkatan peran aktif masyarakat serta pemahaman akan hak dan kewajiban dalam melaksanakan peraturan Perundang-Undangan Perpajakan. Peran serta masyarakat Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan sangat diharapkan. Namun, tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak sebagaimana mestinya. 2.1.1.1 Pengertian Pajak
Pajak merupakan penerimaan negara yang paling utama dan paling besar hal untuk itu pajak merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional. Dibawah ini merupakan definisi pajak sebagai berikut:
Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara sangat perlu ditingkatkan sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian. Peningkatan kesadaran masyarakat dibidang perpajakan harus ditunjang dengan iklim yang mendukung peningkatan peran aktif masyarakat serta pemahaman akan hak dan kewajiban dalam melaksanakan peraturan Perundang-Undangan Perpajakan. Peran serta masyarakat Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan sangat diharapkan. Namun, tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak sebagaimana mestinya. 2.1.1.1 Pengertian Pajak
Pajak merupakan penerimaan negara yang paling utama dan paling besar hal untuk itu pajak merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional. Dibawah ini merupakan definisi pajak sebagai berikut:
Pengertian pajak menurut Waluyo dan Wirawan B. Ilyas adalah sebagai berikut ini :
“Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelengarakan pemerintahan”.(2003:4)
Sedangkan Pengetian pajak menurut Rochmat Soemitro adalah sebagai berikut :
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.(2003:5)
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak :
- Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang serta aturan pelaksanaanya yang bersifatnya dapat dipaksakan
- Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah
- Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
- Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukkannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public invesment.
- Pajak dapat pula mempunyai tujuan lain selain budgetair, yaitu mengatur.
Selanjutnya hasil pemungutan pajak ini pada waktunya akan dipergunakan untuk membiayai pengeluaran-pengerluaran rutin dan sisanya (surplus) dapat dipergunakan untuk membiayai investasi-investasi pemerintah. Pendapatan pemerintah selain dari pajak adalah kekayaan alam, hasil perusahaan-perusahaan negara (BUMN), retribusi, denda, dan sebagainya.
2.1.1.2 Fungsi Pajak
Fungsi pajak tidak terlepas dari tujuan pajak, sementara tujuan pajak tidak terlepas dari tujuan negara. Dengan demikian, tujuan pajak itu harus diselaraskan dengan tujuan negara yang menjadi landasan tujuan pemerintah. Tujuan pemerintah baik tujuan pajak maupun tujuan negara semua berakar pada tujuan masyarakat. Tujuan masyarakat inilah yang menjadi falsafah bangsa dan negara. Oleh karena itu tujuan dan fungsi pajak tidak terlepas dari tujuan dan fungsi negara yang mendasarinya.
Berdasarkan pengertian-pengertian dan ciri-ciri yang dijelaskan, terlihat pemerintah yang memungut pajak semata-mata hanya untuk mengisi kas negara. Namun tidak demikian, karena pemungutan pajak mempunyai fungsi yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regulerend (mengatur).
1. Fungsi budgetair (sumber keuangan negara)
Pengertian Fungsi budgetair menurut Siti Resmi adalah sebagai berikut :
“Pajak mepunyai fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah satu penerimaan untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan, sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara.”(2003:2)
Sedangkan pengertian fungsi budgetair menurut Mardiasmo adalah sebagai berikut: “Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.” (2001:2)
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pajak sebagai salah satu sumber penerimaan negara dengan mengukur sampai sejauh mana kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara.
2. Fungsi regulerend (mengatur)
Pengertian Fungsi regulerend menurut Siti Resmi adalah sebagai berikut:
Fungsi regulerend yaitu fungsi yang digunakan sebagai alat untuk mengatur masyarakat, baik dibidang ekonomi, sosial maupun politik dengan tujuan tertentu.”(2003:3)
Sedangkan pengertian fungsi regulerend menurut Mardiasmo adalah sebagai berikut :
“Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contoh :
- Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras.
- Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.
- Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk Indonesia dipasaran dunia”.(2001:2)
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur dan mengarahkan masyarakat ke arah yang dikehendaki oleh pemerintah. Oleh karena itu fungsi mengatur sangat erat hubungannya dengan pemerintah untuk mengatur penerimaan pajaknya agar dapat digunakan secara efisien untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat.
2.1.1.3 Subjek dan Objek Pajak
Berikut ini akan dijelaskan siapa yang menjadi subjek pajak dan apa yang menjadi objek pajak.
1. Subjek Pajak
Subjek pajak diartikan sebagai orang yang ditunjuk oleh Undang-undang untuk dikenakan pajak. Pengertian subjek pajak menurut Waluyo sebagai berikut:
“Subjek pemungutan pajak, yaitu:
a. Orang Pribadi
Orang Pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia maupun diluar Indonesia.
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
Menggantikan yang berhak warisan yang belum terbagi dimaksud merupakan subjek pajak pengganti menggantikan mereka yang berhak yaitu sebagai ahli waris.
c. Badan
Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi PT,CV, Perseroan lainnya, serta BUMS dan bentuk usaha apapun.
d. Bentuk Usaha Tetap
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada diluar Indonesia tidak lebih 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat dari kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia”.(2007:57)
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa subjek pajak merupakan sebuah satuan dari masyarakat yang terdiri dari orang pribadi, warisan yang belum terbagi, badan, serta bentuk usaha tetap yang ada.
2. Objek Pajak
Objek pajak dapat diartikan sebagai sasaran pengenaan pajak dan dasar untuk menghitung pajak terutang. Pengertian objek Menurut Waluyo adalah sebagai berikut ini:
“Objek pemungutan pajak, yaitu:
- Penghasilan;
- Laba usaha;
- Hadiah dari undian atau pekerjaan;
- Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta; dan
- Deviden”.(2007:66)
Berdasarkan teori diatas disebutkan bahwa objek pajak merupakan sasaran pengenaan pajak dan dasar untuk menghitung pajak terutang, yang berupa penghasilan, laba usaha, hadiah dari undian, keuntungan karena penjualan, serta deviden.
2.1.1.4 Syarat Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah tidak semata-mata untuk keperluan pemerintah disatu pihak, tetapi demi kepentingan rakyat banyak karena pajak merupakan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah tanpa adanya kontra prestasi langsung kepada masyarakat secara individual dan tidak memandang jumlah yang diberikan masyarakat kepada pemerintah.
Pungutan pajak yang dilakukan pemerintah, dilaksanakan sedemikian rupa agar tidak merugikan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan syarat-syarat yang khusus untuk melakukannya agar seimbang antara masyarakat dan pemerintah sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
Adapun syarat-syarat pemungutan pajak menurut Mardiasmo adalah sebagai berikut :
“Asas pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungut pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Pemungut pajak harus adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara unun dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)
Di Indonesia pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.
3. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan sederhana harus memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru”.(2001:2)
Sedangkan syarat-syarat pemungutan pajak menurut Erly Suandy adalah sebagai berikut :
“Syarat-syarat pemungutan pajak :
1. Equality
Pembebanan pajak diantara subjek pajak hendaknya seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya dibawah perlindungan pemerintah. Dalam hal equality ini tidak diperbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi diantara sesama Wajib Pajak. Dalam keadaan yang sama Wajib Pajak harus diperlakukan sama dan dalam keadaan berbeda Wajib Pajak harus dilakukan berbeda.
2. Certainty
Pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi (not arbitrary). Dalam syarat ini kepastian hukum yang diutamakan adalah mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan ketentuan mengenai pembayarannya.
3. Convenience Of Payment
Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi Wajib Pajak, yaitu saat sedekat-dekatnya dengan saat diterimanya penghasilan/keuntungan yang dikenakan pajak.
4. Economic Of Collections
Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat mungkin, jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri. Karena tidak ada artinya pemungutan pajak kalau biaya yang dikeluarkan lebih besar dari penerimaan pajak yang akan diperoleh”.(2000:19)
Berdasrkan kedua pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pemungutan pajak haruslah memenuhi syarat yang telah ditetapkan agar dapat tercapai suatu hal yang berkesinambungan antara Wajib Pajak dan penagih pajak serta untuk menghindari hambatan dan perlawanan dari Wajib Pajak, karena Wajib Pajak merasa dirugikan oleh fiskus.
2.1.1.5 Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak menurut Siti Resmi adalah sebagai berikut :
“Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu official assesment system, self assesment system, with holding system, yaitu:
- Official Assesment Sysem adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku.
- Self Assesment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan Wajib Pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk :
- Menghitung sendiri pajak yang terutang;
- Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang;
- Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang;
- Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang; dan
- Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang.
3. With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakkan yang berlaku”.(2003:10)
Berdasarkan teori diatas dapat ditentukan bahwa sistem pemungutan pajak yang digunakan oleh negara Indonesia adalah sistem pemungutan pajak self assesment system dimana Wajib Pajak diberikan kewajiban sendiri untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutangnya kepada Kantor Pelayanan Pajak.
2.1.2 Sistem Modernisasi Perpajakan
2.1.2.1 Sejarah Sistem Modernsisasi Perpajakan
Sesuai dengan perkembangan kondisi lingkungan dan dunia usaha yang selalu berubah, Direktorat Jenderal Pajak merasa perlu untuk menyesuaikan dan menyempurnakan struktur organisasinya. Selama ini struktur organisasi Direktorat Jenderal Pajak didasarkan pada jenis pajak. Dengan struktur organisasi seperti ini pelaksanaan tugas di lapangan seringkali menimbulkan ketidakefisienan yang mengakibatkan pelayanan dan pengawasan tidak optimal.
Selama beberapa tahun terakhir, Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan beberapa reformasi perpajakan dan modernisasi sistem administrasi perpajakan yang mengacu pada cetak biru. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Besar/Large Taxpayers Office (LTO) dan Kantor Pelayanan Pajak Wajib Besar dibentuk dengan menerapkan sistem administrasi perpajakan modern berlandaskan case management. Pola dan sistem di LTO itu akan direplikasikan pada seluruh kantor di Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus dan Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Pusat, 1 KPP Madya pada Kanwil Jakarta Pusat. Dan pada Januari 2005, 1 KPP Pratama juga telah dioperasikan dengan sistem yang modern juga.
Disamping pembentukan kantor dan penerapan sistem modern, modernisasi lebih lanjut ditandai dengan penerapan teknologi informasi terkini dalam pelayanan perpajakan seperti, on line payment, e-SPT, e-filling, e-registration dan sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak. Seiring dengan itu, Direktorat Jenderal Pajak juga melakukan kampanye sadar dan peduli pajak, pengembangan bank data dan Single Identification Number serta langkah-langkah lainnya yang sedang dan terus dikembangkan.
Program modernsasi sistem administrasi ini dilakukan untuk mencapai empat sasaran utama. Pertama, optimalisasi penerimaan yang berkeadilan yaitu perluasan tax base, minimalisasi tax grup dan stimulus fiskal. Kedua, peningkatkan kepatuhan sukarela yaitu melalui pemberian pelayanan prima dan penegakkan hukum yang konsisten. Ketiga, efisiensi administrasi, yaitu penerapan sistem dan administrasi yang handal dan pemanfaatan teknologi tepat guna. Terakhir, terbentuknya citra yang baik dan kepercayaan masyarakat yang tinggi yaitu kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional, budaya organisasi yang kondusif dan pelaksanaan good governance.
Direktorat Jenderal Pajak sebagai organisasi yang terkait dengan seluruh sektor kehidupan masyarakat, menyadari sepenuhnya tanpa improvisasi di bidang teknologi informasi, dinamika bisnis tidak akan mampu diantisipasi. Lebih jelasnya, pemanfaatan teknologi informasi secara tepat mampu mendukung program transparansi dan keterbukaan, dimana kemungkinan terjadinya KKN, termasuk didalamnya penyalahgunaan kekuasaan dapat diminimalisasi.
2.1.2.2 Pengertian Sistem Modernisasi Perpajakan
Modernisasi administrasi perpajakan berperan penting dalam sistem perpajakan disuatu negara. Suatu negara dapat dengan sukses mencapai sasaran yang diharapkan dalam menghasilkan penerimaan pajak yang optimal karena administrasi perpajakannya mampu dengan efektif melaksanakan sistem perpajakan disuatu negara yang dipilih.
Pengertian Sistem Modernisasi Perpajakan menurut Marcus Taufan Sofyan adalah sebagai berikut :
“Sistem modernisasi perpajakan adalah penerapan sistem administrasi perpajakan yang mengalami penyempurnaan atau perbaikan kinerjanya, baik secara individu, kelompok, maupun kelembagaan agar lebih efisien, ekonomis dan cepat yang merupakan perwujudan dari program dan kegiatan reformasi administrasi perpajakan jangka menengah yang menjadi prioritas reformasi perpajakan yang digulirkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 2001.”(2005:53)
Sedangkan Pengertian Sistem modernisasi perpajakan menurut Suparman adalah sebagai berikut :
“Sistem modernisasi perpajakan adalah penyempurnaan atau perbaikan kinerja administrasi baik secara individu, kelompok maupun kelembagaan agar lebih efisien, ekonomis dan cepat.”(2007:1)
Sedangkan pengertian modernisasi menurut Indra Ismawan adalah sebagai berikut :
“Modernisasi administrasi perpajakan adalah suatu proses reformasi pembaharuan dalam bidang administrasi perpajakan yang dilakukan warga komprehensif, meliputi aspek teknologi informasi yaitu perangkat lunak, perangkat keras dan sumber daya manusia”.(2001:81)
Aspek-aspek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Aspek Teknologi Infomasi
Aspek teknologi informasi yaitu proses pembaharuan dibidang teknologi informasi yang berkaitan dengan sistem pelayanan administrasi perpajakan misalnya dengan adanya e-system, e-registration, e-SPT, serta e-Filling.
a. e-System Perpajakan
Guna mendukung berjalannya modernisasi perpajakan dan dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat maupun Wajib Pajak, terus dikembangkan pemanfaatan dan penerapan e-system terkait dengan perpajakan. Hal ini dimaksudkan agar semua proses kerja dan pelayanan perpajakan berjalan dengan baik, lancar, cepat, dan akurat. Beberapa e-System yang dapat dimanfaatkan masyarakat atau Wajib Pajak menurut Liberti Pandiangan, adalah sebagai berikut: “e-System yang dapat dimanfaatkan masyarakat atau Wajib Pajak yaitu e-Registration, e-SPT, e-Filling, e-Payment.” (2007:34)
b. e-Registration
Masyarakat yang akan mendaftar sebagai Wajib Pajak, jika tidak ada waktu, atau sedang berada di tempat atau daerah lain, atau mungkin malas, tetap dapat melaksanakan pendaftaran tersebut dengan baik tanpa harus datang ke KPP. Cukup berada di rumah atau di kantor atau warung internet, kapan pun, dimana pun, atau oleh siapa pun, yakni fasilitas e-Registration.
Pengetian e-registration menurut Liberti Pandiangan adalah sebagai berikut:
“e-Registration adalah sistem pendaftaran, perubahan data Wajib Pajak dan atau pengukuhan maupun pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak melalui sistem yang terhubung langsung secara online dengan Direktorat Jenderal Pajak”.(2007:34)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa e-registration merupakan sebuah alat pembaharuan modernsisasi guna mendukung terlaksananya modernisasi administrasi perpajakan dalam hal sistem teknologi informasi yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
c. e-SPT
e-SPT merupakan sebuah alat pembaharuan modernisasi yang dapat diakses melalui kompunter atau dalam bentuk digital ke KPP.Pengertian e-SPT Menurut Liberti Pandiangan sebagai berikut : “e-SPT adalah penyampaian SPT dalam bentuk digital ke KPP secara elektronik atau dengan menggunakan media komputer”. (2007:35)
Serta yang dapat diaplikasikannya adalah laporan SPT Masa PPh, SPT Tahunan PPh, dan SPT masa PPN. Maka sesuai dengan jenis SPT-nya makan ada e-SPT PPh, e-SPT PPN.
d. e-Filling
Pengertian e-Filiing menurut Liberti Pandiangan adalah sebagai berikut : “e-Filling adalah suatu cara penyampaian SPT yang dilakukan melalui sistem online dan real time”. (2007:38)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa e-Filling merupakan bentuk modernisasi administrasi perpajakan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang berfungsi untuk penyampaian SPT yang dapat dilakukan secara online dan real time.
2. Aspek Sumber Daya Manusia
Aspek Sumber daya manusia yaitu proses pembaharuan yang dilakukan oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak mencakup keahlian fiskus dalam menghitung pajak Wajib Pajak serta pemahaman tentang pajak yang lebih baik daripada yang dahulu serta melakukan seleksi pegawai yang ketat guna mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas, dan penempatan aparat perpajakan sesuai kapasitasnya, dan adanya pelatihan dan pengembangan kepribadian serta perubahan pada Struktur Organisasi pada setiap Kantor Pelayanan Pajak.
Post A Comment:
0 comments: